Mengutip laporan
ANI News pada Selasa (21/3), Zambia mulai aktif mengembangkan pembangunan infrastruktur tambahan melalui proyek Kerjasama Pemerintah-Swasta (Public-Private Partnership/PPP).
Karena terlilit hutang dan kekurangan modal, Zambia akhirnya membutuhkan dana tambahan eksternal untuk membangun infrastrukturnya.
China yang sangat tertarik dengan sumber daya alam negara-negara Afrika, menganggap ini sebagai peluang untuk membuat Zambia bergantung dan kemudian mengeruk sumber daya mereka.
Skema itu kerap dilakukan oleh China melalui China's Belt and Road Initiative (BRI), yang meskipun membantu banyak negara, tetapi hasil akhir menunjukkan adanya tumpukan utang yang dijadikan Beijing sebagai alat untuk memaksa negara Afrika menjual sumber daya alam mereka dengan harga rendah.
Baru-baru ini, konsorsium perusahaan China memenangkan tender untuk membiayai peningkatan jalan sepanjang 327 kilometer yang menghubungkan ibu kota Zambia, Lusaka, ke Ndola di Provinsi Copperbelt negara itu.
Konsorsium Macro Ocean Investment, yang terdiri dari tiga perusahaan China, yakni AVIC International Project Engineering, Grup Konstruksi Komunikasi Zhenjiang, dan Grup Ketujuh Kereta Api China, berhasil menyepakati kontrak PPP senilai 650 juta dolar AS atau Rp 9,8 triliun.
Kerja sama terbaru dengan China menambah kekhawatiran akan ketergantungan Zambia pada pinjaman Beijing.
Terlebih, China merupakan satu-satunya pemberi pinjaman terbesar Zambia. Per Desember 2021, pinjaman Beijing menyumbang lebih dari 6 miliar dolar AS atau Rp 90 triliun dari total 16,8 miliar dolar AS atau Rp 253 triliun utang milik negara.
Menurut Bank Dunia, Zambia berada dalam kesulitan utang dan sangat membutuhkan perlakuan utang yang mendalam dan komprehensif sesuai dengan kebijakan Bank Dunia bersama IMF Debt Sustainability Analysis (DSA). Kedua badan itu menyerukan keringanan utang sebesar 8,4 miliar dolar AS atau Rp 126 triliun pada 2022-25 dan keringanan tambahan hingga 2031.
Laporan
African Daily menyarankan agar Zambil lebih berhati-hati dengan pinjaman eksternal, di tengah lilitan utang negaranya.
Dibanding mengambil risiko besar dari pinjaman China, laporan itu mendorong agar Zambia menerapkan reformasi ekonomi yang direkomendasikan oleh lembaga keuangan multilateral, sehingga dapat memiliki akses yang lebih besar ke dana konsesi dan menarik lebih banyak investasi.
BERITA TERKAIT: