Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Direktorat Intelijen Utama Kementerian Pertahanan Ukraina, Kyrylo Budanov, dalam sesi wawancaranya dengan
Voice of America. Menurut paparan Budanov, meskipun Rusia berharap mendapat transfer senjata dari Serbia, tetapi negara itu menolak.
"Serbia meninggalkan Presiden Vladimir Putin dengan pilihan terbatas untuk mengisi kembali persediaannya," ujarnya, seperti dimuat
The Defense Post pada Rabu (1/3).
Budanov menyebut Rusia kini tidak memiliki banyak pilihan untuk pasokan senjatanya selain dari negara-negara yang banyak dituduhkan.
“Rusia hanya mencoba membeli apa saja di mana saja karena masalah mereka memang signifikan,†ungkapnya.
Budanov menilai, satu-satunya negara yang bisa diandalkan Moskow sekarang adalah Iran, karena telah mengirim drone bunuh diri yang mampu menembus pertahanan udara Ukraina.
Selain Iran, Budanov juga mengklaim bahwa Presiden Putin sedang mempertimbangkan untuk membeli senjata dari negara berkembang, seperti Myanmar.
“Sekarang mereka mencoba dengan Myanmar. Kami akan melihat apa yang akan terjadi seiring waktu. Namun nyatanya, dalam hal pasokan senjata, Rusia hanya sebatas Iran. Itu sampai hari ini,†kata Budanov.
Sejak invasi Rusia ke Ukraina dimulai pada Februari tahun lalu, banyak laporan yang menunjukkan bahwa pasukan Moskow terus mengalami kerugian yang signifikan di tanah Ukraina.
Menurut Forbes, sebelum konflik mencapai bulan pertama, Moskow telah kehilangan lebih dari 5 miliar dolar AS atau Rp 76 triliun untuk peralatan militer
Militer Rusia juga mengalami kerugian besar yang tak tergantikan dalam hal tenaga kerja dan persenjataan karena penurunan produksi industri pertahanan akibat sanksi dari Barat.
BERITA TERKAIT: