Meski begitu, negara yang kerap berkonflik dengan India tersebut tidak ingin utangnya ditangguhkan atau direstrukturasi.
Menurut Perdana Menteri Shehbaz Sharif, yang paling dibutuhkan Pakistan saat ini adalah penambahan dana pinjaman internasional yang akan mereka gunakan untuk memulihkan kerusakan akibat banjir.
“Kami tidak meminta tindakan apa pun seperti penjadwalan ulang atau moratorium. Kami meminta tambahan dana," ujarnya seperti dimuat
The Financial Times.
"Negara ini membutuhkan sejumlah besar uang untuk membangun kembali jalan, jembatan dan infrastruktur lainnya yang rusak atau hanyut," tambahnya.
Rincian dana tidak banyak dibahas oleh PM Pakistan saat ini. Namun, masih dengan perkiraan yang sama, di mana kerugian akibat banjir mencapai Rp 465 triliun.
Sejalan dengan jumlah kerugian, PBB awal bulan ini menaikkan angka penggalangan dana menjadi lima kali lipat, dari Rp 24 triliun menjadi Rp 12 triliun setelah meningkatnya risiko penularan penyakit di tengah banjir.
Uni Eropa juga ikut meningkatkan dana bantuannya menjadi Rp 454 miliar.
Ekonomi Pakistan semakin jatuh bersamaan dengan penurunan Rupee yang mendorong naiknya biaya impor, pinjaman dan pembayaran utang, serta akan memperburuk inflasi yang sudah berjalan pada level tertinggi selama beberapa dekade.
BERITA TERKAIT: