Bersama dua tentara Inggris itu, ada satu tentara Maroko yang juga menghadapi vonis yang sama. Ia adalah Saadoun Brahim yang didakwa berpartisipasi dalam permusuhan di pihak angkatan bersenjata Ukraina dalam kapasitas tentara bayaran.
RT melaporkan, ketiga pria itu diadili atas beberapa tuduhan kriminal, dan mereka mengaku bersalah karena menjalani pelatihan untuk tujuan melakukan kegiatan teroris dan berusaha untuk secara paksa menggulingkan pemerintah di Donetsk. Namun demikian, mereka membantah menjadi tentara bayaran yang disewa oleh Kiev.
"Dengan menimbang kejahatan yang dilakukan Aiden Aslin, Shaun Pinner, dan Saadun Brahim, maka pengadilan menjatuhkan hukuman mati terhadap ketiganya," bunyi putusan tersebut, seperti dikutip dari
TASS.
Terpidana dapat mengajukan banding atas keputusan di pengadilan,
yang mereka rencanakan, atau meminta pengampunan dari ketua DPR. Jika
mereka memenangkan banding, hukuman mati dapat dikurangi hingga 25 tahun
penjara.
Kejaksaan Agung DPR sebelumnya mengatakan bahwa kesaksian para terdakwa menegaskan keterlibatan mereka dalam kejahatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 bagian 2 (kejahatan yang dilakukan oleh sekelompok orang), pasal 323 (perampasan kekuasaan secara paksa atau perampasan kekuasaan secara paksa) dan pasal 430 (tentaraan) KUHP DPR.
Kejaksaan juga menekankan bahwa tentara bayaran mungkin menghadapi hukuman mati.
Meskipun mengaku bersalah, ketiga tentara asing itu cukup terkejut dengan hukuman tersebut. Pinner tampak putus asa dan hampir menangis saat vonis eksekusi diumumkan. Dia tergugu dengan pandangan lurus menatap tanah. Aslin dan Brahim tampak pasrah.
DPR adalah wilayah yang terletak di Ukraina Timur dan memisahkan diri. Dengan begitu, pengadilannya tidak diakui secara internasional.
Keluarga ketiga tentara itu juga sangat terkejut dan putus asa. Mereka meminta pengadilan memperlakukan mereka dengan baik dan manusiawi sama seperti tawanan perang lainnya, dan menolak bahwa ketiganya adalah tentara bayaran.
Vonis tersebut memicu kemarahan di Inggris dan negara-negara sekutu. Pemerintah Inggris bersikeras bahwa keputusan tersebut tidak memiliki legitimasi dan para terdakwa harus diperlakukan sebagai tawanan perang.
BERITA TERKAIT: