Pada 24 Desember, badan-badan kemanusiaan melaporkan adanya kekerasan yang dilakukan oleh tentara Myanmar di sebuah desa di negara bagian Kayah. Disebutkan terdapat 35 orang, termasuk perempuan, anak-anak, dan pekerja bantuan kemanusiaan, meninggal dunia dibunuh dan dibakar.
"Mengingat meningkatnya kekerasan di Myanmar, diperlukan peningkatan tindakan pencegahan internasional, termasuk embargo senjata," kata Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk urusan luar negeri, Josep Borrell pada Kamis (30/12).
"Uni Eropa juga siap untuk menjatuhkan sanksi lebih lanjut terhadap rezim militer," tambahnya, seperti dikutip
The Star.
Dalam pernyataannya, Borrell menegaskan, rezim militer di negara bagian Kayah harus bertanggung jawab atas pertumpahan darah tersebut.
Ketegangan di Myanmar setelah militer melakukan kudeta pada Februari. Protes massal terjadi untuk menolak kudeta. Sementara Uni Eropa membekukan aliran bantuan ke Myanmar.
BERITA TERKAIT: