Selama Seoul melihat Pyongyang sebagai sebuah ancaman, selama itu pula Seoul akan mengambil kebijakan bermusuhan dan pada akhirnya memaksa Pyongyang untuk merespon dengan tegas.
Demikian antara lain disampaikan Duta Besar Korea Utara An Kwang Il ketika berbicara di Group Study Juche Indonesia (GSJI) di Universitas Bung Karno (UBK) di Jalan Pegangsaan, Jakarta Pusat, Selasa siang (14/12).
Menurut Dubes An Kwang Il, Korea Utara sama sekali tidak berniat memprovokasikan Korea Selatan. Apa yang dilakukan Korea Utara, yang oleh banyak pihak di arena global disebut sebagai provokasi, sebenarnya adalah upaya untuk merespon cara pandang Korea Selatan yang keliru.
Dubes An Kwang Il juga merespon pertanyaan mengenai usul Korea Selatan agar kedua negara mendeklarasikan berakhirnya masa perang di antara kedua negara.
Perang Korea yang berlangsung dari tahun 1950 untuk sementara diakhiri dengan perjanjian gencatan senjata pada 1953.
Menurut Dubes An Kwang Il, sebelum membahas deklarasi perdamaian, ada satu hal yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Hal tersebut terkait dengan apa yang telah disampaikannya di atas, yakni cara Korea Selatan memandang Korea Utara sebagai ancaman.
Karena sudah kadung memandang Korea Utara sebagai ancaman, ujarya, Korea Selatan sering kali bersikap
double standard dan menjadi kepanjangan tangan pihak lain untuk mengembangkan sikap bermusuhan.
“Ini harus dihentikan, dan kedua negara harus saling menghormati dengan tulus,†ujar Dubes An Kwang Il.
Dubes An Kwang Il mengutip pernyataan Presiden Kim Il Sung pada 23 Juni 1973 yang dimuat di buku berjudul “
Marilah Kita Mencegah Perpisahan Nasional dan Reunifikasikan Nasionalâ€.
Di dalam buku itu, Presiden Kim Il Sung menguraikan lima hal terkait reunifikasi Korea.
Pertama, Korea Utara dan Korea Selatan harus meredakan ketegangan militer. Untuk mewujudkan ini, kedua Korea harus menghentikan perlombaan dan pembelian senjata, serta mengurangi senjata dan memulangkan personel militer negara asing.
Kedua, Korea Utara dan Korea Selatan harus mewujudkan kerjasama dan pertukaran di berbagai bidang termasuk politik, militer, diplomasi, ekonomi dan kebudayaan.
Selanjutnya, kedua Korea mesti memberikan kesempatan kepada seluruh masyarakat untuk ikut dalam perbincangan reunifikasi. Keterlibatan masyarakat dalam isu reunifikasi ini akan memberikan kontribusi yang berarti dalam proses reunifikasi.
Untuk mewujudkan ini, semacam konferensi nasional berukuran besar perlu digelar dan dihadiri rakyat dari berbagai kaum termasuk buruh, petani, intelektual, mahasiswa, pengusaha nasional dan partai partai harus.
Selanjutnya, kedua Korea harus mewujudkan reunifikasi Korea dengan sistem federasi dan hanya menggunakan satu nama saja. Sistem ini dipandang sebagai jalan keluar yang paling logis dalam isu reunifikasi Korea.
BERITA TERKAIT: