Abaikan Covid-19, Ribuan Pengunjuk Rasa Thailand Berbaris Menentang Pemerintah Pada Peringatan Revolusi Siam

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Kamis, 24 Juni 2021, 14:34 WIB
Abaikan Covid-19, Ribuan Pengunjuk Rasa Thailand Berbaris Menentang Pemerintah Pada Peringatan Revolusi Siam
Warga berunjuk rasa dalam peringatan Revolusi Siam di Bangkok, Kamis 24 Juni 2021/Net
rmol news logo Aktifis pro-demokrasi membuktikan apa yang telah mereka rencanakan sejak beberaap hari lalu. Ratusan orang pro-demokrasi berunjuk rasa di Bangkok pada Kamis )24/6). Mereka menyerukan pengunduran diri pemerintah dan menentang peringatan pembatasan Covid-19 di tegah lonjakan angka kasus.

Demo terjadi bertepatan dengan peringatan 89 tahun Revolusi Siam, pemberontakan yang mengubah Thailand dari monarki absolut menjadi monarki konstitusional.

Sejak Perdana Menteri Prayut Chan-O-Cha memerintah pada paruh kedua tahun 2020, Bangkok kerap diguncang oleh protes. Di awal pandemi, protes itu sedikit mereda setelah gerakan pro-demokrasi kehilangan pasukan akibat wabah dan pemenjaraan para pemimpin mahasiswa.

Ratusan orang berkumpul di Monumen Demokrasi, sebuah persimpangan utama di Bangkok, dan berbaris ke arah Gedung Parlemen untuk memprotes pemerintahan Prayut. Mereka berkumpul sejak dini hari di persimpangan untuk upacara penyalaan lilin.

Beberapa pengunjuk rasa mengaku tidak takur oleh resiko penularan virus corona. Mereka bahkan bertekad menggalakkan protes untuk apa yang mereka sebut sebagai 'demokrasi yang sesungguhnya'.

"Negara ini akan begini-begini saja," kata salah seorang pemrotes, menegaskan bahwa perlawanan harus dilakukan sekalipun di tengah pandemi.

Seorang pengunjuk rasa berpakaian seperti Patung Liberty AS dan para demonstran membakar kertas 'piagam konstitusi' buatan, memperdebatkan perubahan pada piagam negara itu.

"Tuntutan kami tidak akan diturunkan... Konstitusi harus datang dari rakyat," kata para pemimpin aksi demokrasi.

Beberapa demonstran membawa tanda-tanda bertuliskan 'hapus 112', mengacu pada undang-undang pencemaran nama baik kerajaan yang membawa hukuman penjara 15 tahun bagi mereka yang dihukum karena menghina monarki.

Tahun lalu, ribuan pengunjuk rasa berbaris mengabaikan protokol kesehatan untuk menggugat pemerintahan Perdana Menteri Prayut Chan-O-Cha. Aksi didorong oleh ketidakpuasan terhadap mantan panglima militer yang berkuasa melalui kudeta tahun 2014.

Thailand berada pada gelombang ketiga pandemi Covid-19. Jumlah infeksi dan kematian melonjak tinggi, mendorong pihak berwenang mengeluarkan peringatan larangan pertemuan.

Sekitar 150 orang telah didakwa sejak gerakan itu dimulai, dengan para pemimpin kunci dipukul dengan berbagai tuduhan di bawah undang-undang pencemaran nama baik kerajaan Thailand yang keras.

Banyak dari mereka dibebaskan dengan jaminan dengan syarat termasuk tidak memprotes.

Revolusi Siam 1932 atau Kudeta Siam 1932 adalah titik balik krusial dalam sejarah Thailand pada abad ke-20, yang sistem pemerintahan di Siam dari monarki absolut ke monarki konstitusional. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA