Pernyataan tersebut langsung mendapat reaksi keras dari Kedutaan Besar China di Inggris pada hari Rabu (17/2). Kedutaan mengatakan bahwa politik tidak boleh mengesampingkan sains, atau mengganti studi ilmiah dengan spekulasi yang tidak beralasan dan distorsi yang disengaja.
“China selalu menjaga komunikasi dan kerja sama yang erat dengan WHO tentang penelusuran asal global virus secara terbuka dan transparan,†menurut pembaruan di situs web kedutaan, seperti dikutip dari
GT, Rabu (17/2).
Kedutaan mengatakan, China telah memberikan dukungan dan bantuan yang kuat untuk studi tersebut, yang sangat diakui oleh WHO dan pakar internasional, termasuk dari Inggris. Kajian tentang penelusuran asal-usul, yang merupakan masalah ilmiah yang kompleks, harus berbasis sains dan berbasis bukti.
“Kita tidak boleh membiarkan politik mengesampingkan sains, atau mengganti studi ilmiah dengan spekulasi tidak beralasan dan distorsi yang disengaja,†tegas juru bicara itu.
Kedutaan juga mengatakan, bahwa sejumlah petunjuk dan laporan menunjukkan wabah virus korona terjadi di banyak lokasi di seluruh dunia sejak paruh kedua 2019. Ini mencerminkan kebutuhan dan urgensi untuk mengirim tim studi ke negara terkait.
“China percaya bahwa pertempuran melawan penyakit yang masih melanda dunia membutuhkan upaya bersatu, daripada memainkan permainan menyalahkan dan menstigmatisasi China,†katanya.
Johnson mengatakan pada hari Senin bahwa dunia perlu memiliki sebuah perjanjian global mengenai pandemi guna memastikan transparansi data setelah wabah virus corona yang berasal dari China. Usulan tersebut disampaikan Johnson di tengah kekhawatiran Inggris dan AS atas akses yang diberikan China ke misi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Ketika ditanya pihak mana yang harus bertanggung jawab atas kurangnya transparansi, dia berkata, “Saya pikir cukup jelas bahwa sebagian besar bukti tampaknya menunjuk pada penyakit yang berasal dari Wuhan.â€
BERITA TERKAIT: