Sekretaris Jendral ADN, Ichal Supriadi menjelaskan, pembangunan demokrasi yang ada di Myanmar baru terjadi pada 2015 lalu, ketika Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) memperoleh 80 persen suara dari rakyat.
Namun, masa transisi demokrasi itu tidak dibarengi oleh amandemen konstitusi yang ada di Myanmar, sehingga terjadi kudeta kembali di masa Aung San Suu Kyi.
"Transisi demokrasi di Myanmar tidak dibarengi dengan fondasi yang kuat, dalam hal ini adalah konstitusi yang mengatur atau memfasilitasi prinsip-prinsip demokrasi yang transparan dan akuntabel," ujar Ichal dalam diskusi virtual Perludem, Sabtu (6/2).
Ichal mengatakan, konstitusi yang masih digunakan Myanmar hingga kini adalah konstitusi 2008. Di mana isinya, sangat memberikan keleluasaan kepada pihak milter untuk mengelola negara,utamanya sumber daya alam.
"Di mana yang kita ketahui rata-rata sumber daya mineral, pertambangan, itu banyak dikuasai oleh perusahaan-perusahaan yang berafiliasi dengan tentara," ungkapnya.
Oleh karena itu, Ichal menduga gerakan kudeta yang dilancarkan militer karena persoalan politik belaka. Karena, dari segi kekuasaan eksistensinya akan terancam jika konstitusi di amandemen pemerintahan sipil.
"Sepertinya militer sangat terpojok dan tidak memiliki opsi lain selain kudeta. Karena kemenangan yang lebih dari 80 persen itu membuka langkah awal bagi pemerintahan sipil untuk mampu mengamandemen konstitusinya," ungkapnya.
"Jadi yang menjadi analisis saya, kalau konstitusi itu diubah maka itu akan mengancam konsul militer terhadap apa yang mereka miliki sekarang. Karena saat ini milter mengontrol semuanya," demikian Ichal Supriadi.
BERITA TERKAIT: