Pemerintah Sri Lanka pada Jumat (8/1) kembali menegaskan bahwa semua korban Covid-19 harus dikremasi, menolak permohonan dari kelompok Muslim untuk menguburkan jenazah. Meski, permohonan itu telah mendapat dukungan para ahli kesehatan.
"Keputusan ini tidak akan diubah karena alasan sosial, agama, politik, atau pribadi lainnya," ujar Menteri Kesehatan Pavithra Wanniarachci, seperti dikutip
AFP.
Perdebatan metode penguburan atau kremasi terjadi sejak bulan lalu. Ketika itu pihak berwenang memerintahkan kremasi paksa 19 korban Covid-19, termasuk bayi, walaupun keluarga mereka sudah menolak.
Insiden itu memicu kekecewaan dan kemarahan di antara minoritas Muslim di Sri Lanka. Bahkan 57 anggota Organisasi Kerja sama Islam menyatakan keprihatinannya.
Dewan Muslim Sri Lanka (SLMC) menuding pemerintah mencoba memprovokasi minoritas Muslim. Di mana sejak 2019, terjadi ketegangan antara mayoritas Buddha dan minoritas Muslim di sana.
Permohonan untuk menguburkan jenazah Covid-19 juga didukung oleh komite ahli yang didukung oleh pemerintah karena tidak akan menyebarkan virus jika dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menyebut tidak ada risiko terhadap penguburan jenazah Covid-19.
SLMC mengatakan lebih dari setengah dari 222 korban Covid-19 di Sri Lanka berasal dari minoritas Muslim yang hanya menyumbang 10 persen dari 21 juta populasi.
"Kami memiliki jumlah kematian yang tidak proporsional karena Muslim tidak mencari pengobatan sebab takut mereka akan dikremasi jika mereka didiagnosis dengan virus setelah pergi ke rumah sakit," kata juru bicara SLMC Hilmy Ahamed.
Bulan lalu, Maladewa mengumumkan, Sri Lanka telah meminta izin untuk mengirim jenazah Covid-19 yang ingin dikubur. Tetapi kemudian Maladewa menyarankan agar Sri Lanka mengizinkan pemakaman tersebut.
BERITA TERKAIT: