"Kedua negara ini memiliki sejarah yang panjang. Harus diakui bahwa ini merupakan salah satu
hotspot yang gampang terjadi eskalasi," kata Dutabesar RI untuk Korea Selatan, Umar Hadi dalam diskusi virtual yang mengangkat tema "Tangkis Corona Cara Korea" yang digelar oleh Jejaring Media Siber Indonesia (JMSI) pada Kamis (18/6).
Dia menjelaskan, kerjasama dan upaya perbaikan hubungan berjalan beriringan dengan ketegangan dan konflik. Hal semacam itu agaknya tidak bisa dipisahkan dalam hubungan dua Korea.
Umar lebih lanjut memaparkan bahwa hubungan dua negara tersebut mulai kembali membaik sejak Moon Jae In duduk di kursi Presiden Korea Selatan pada Mei 2017 lalu. Tahun-tahun sebelumnya, hubungan Korea Utara dan Korea Selatan diketahui lebih banyak diwarnai oleh ketegangan.
Namun sejak tahun 2017, baik Moon maupun pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, sama-sama menunjukkan ketertarikan untuk bertemu di meja perundingan.
"Sejak tiga tahun terakhir ada perbaikan hubungan antar kedua negara. Januari 2018 Korea Utara juga ikut Olimpiade Musim Dingin di Pyeong Chang," kata Umar
"Kemudian disusul dengan pertemuan di Panmunjom (antara Moon dan Kim), lalu pertemuan di Singapura (antara Kim dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump) dan pertemuan di Vietnam awal 2019 lalu," sambungnya.
Sepanjang tahun 2018, jelas Umar, ada harapan akan perbaikan hubungan Korea Utara dan Korea Selatan. Namun di tahun 2019, ketika kata sepakat belum ditemukan oleh kedua negara, serta Amerika Serikat yang ikut terlibat. Akibatnya, ketegangan pun mulai kembali meningkat.
Ketegangan semakin meningkat di pertengahan tahun 2020 ini yang ditandai oleh peledakan kantor penghubung di Kaesong.
Sebagai informasi, peledakan kantor penghubungan itu dilakukan Korea Utara pasca kelompok pembelot atau yang dalam terminologi Korea Utara dikenal dengan istilah 'talbukja' melancarkan propaganda yang sangat provokatif beberapa waktu belakangan.
Mereka mengirim selebaran bersama makanan, uang kertas satu dolar AS, radio mini, hingga USB yang berisi drama dan berita dari Korea Selatan ke Korea Utara.
Pengiriman "paket" tersebut biasanya dilakukan dengan menggunakan balon di perbatasan kedua negara atau menggunakan botol melalui sungai.
Provokasi
talbukja itulah yang memicu gesekan dalam hubungan dua Korea. Korea Selatan dianggap tidak serius dalam mengamankan ulah para pembelot itu. Hal tersebut membuat Korea Utara geram.
Namun Umar menilai, gesekan terbaru di Kaesong itu bukan merupakan sesuatu yang harus dikhawatirkan akan memicu konflik lebih jauh.
Pasalnya, kata Umar, tanggapan pemerintah Korea Selatan, juga pengusaha dan masyarakat pun tidak berlebihan. Aktivitas sehari-hari pun berjalan normal tanpa ada kekhawatiran berlebih.
"Ini bagian dari dinamika hubungan antara Korea Selatan dan Korea Utara," demikian Umar.
BERITA TERKAIT: