Negara-negara Eropa yang mendapat pukulan sangat keras dari virus mematikan tersebut kemudian dihujani oleh China berbagai bantuan.
Filipina dan Pakistan juga ikut mendapatkan bantuan China dengan mengirim ratusan ribu masker bedah dan alat tes corona. Sri Lanka juga mendapat bantuan dengan perpanjang pinjaman sebesar 500 juta dolar AS dari China.
Melalui panggilan telepon dengan para pemimpin negara, Presiden Xi Jinping juga telah menjanjikan bantuan kepada Italia dan Spanyol.
Semua itu dilakukan China pada negara-negara yang terinfeksi virus corona yang pertama kali diidentifikasi di Kota Wuhan pada Desember lalu.
Seakan-akan China membuat kesan menjaga "orang baik" di tengah wabah yang terjadi akibat ulahnya.
Setidaknya itu yang mungkin disampaikan oleh sebuah artikel yang dimuat
AFP yang bertajuk "
Mask diplomacy: China tries to rewrite virus narrative" yang dimuat pada Jumat (20/3).
Dalam sebuah halaman depan surat kabar China, People's Daily, China menekankan perannya sebagai negara besar yang bertanggung jawab yang bersedia bekerja sama dengan negara lain.
Dikatakan oleh seorang pakar China di Universitas Heidelberg, Marina Rudyak, diplomasi masker yang dilakukan oleh China merupakan kesempatan yang diambil oleh pemerintahan Xi di tengah kegagalan Presiden AS Donald Trump untuk memberikan respons internasional.
"Sekarang, dengan pemerintah AS di bawah Trump gagal memberikan respons internasional yang berarti dan Uni Eropa sibuk dengan respons nasional, itu menawarkan pemerintah China kesempatan unik untuk masuk ke tempat kosong," kata Rudyak.
Dengan melakukan itu, China juga berusaha untuk menulis ulang narasi corona dengan menangkis kritik terhadap upaya awalnya untuk menutupi wabah dan menyamar sebagai penyelamat.
Dan tampaknya, diplomasi ini cukup berhasil di Eropa.
"Ada narasi yang bersaing berkembang di Eropa. Kebanyakan orang melihat China bertanggung jawab atas krisis global ini," kata Presiden Kamar Dagang Uni Eropa di China, Joerg Wuttke.
"Tetapi bantuan kemanusiaan yang murah hati dari Tiongkok mungkin akan mengayunkan opini publik di Eropa lebih mendukung China," imbuhnya.
BERITA TERKAIT: