Tabligh akbar itu sendiri diketahui dihadiri oleh sekitar 16.000 orang yang datang bukan hanya dari Malaysia, tapi juga dari sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara.
Bukan hanya itu, ribuan warga Rohingya juga diperkirakan hadir dalam kegiatan tersebut.
Namun kegiatan itu justru menjadi pemicu lonjakan kasus infeksi virus corona di Asia Tenggara. Banyak kasus infeksi baru muncul dari mereka yang menghadiri tabligh akbar tersebut.
Lebih dari 670 kasus virus corona di Asia Tenggara telah dikaitkan dengan kegiatan tersebut, termasuk 576 di Malaysia, 61 di Brunei, 22 di Kamboja, 5 di Singapura, 7 di Thailand, dan satu di Vietnam serta satu di Filipina.
Pihak berwenang Malaysia sendiri telah berupaya melacak para peserta yang hadir dalam kegiatan itu. Namun Mereka tidak dapat menemukan sekitar 4.000 peserta lainnya.
Menurut sumber keamanan dan dua sumber lainnya yang anonim dan dikabarkan dekat dengan situasi tersebut, seperti dimuat
Reuters (Kamis, 19/3), diperkirakan ada sekitar 2.000 di antara para peserta itu merupakan warga Rohingya.
Diketahui bahwa di Malaysia sendiri ada lebih dari 100 ribu warga Rohingya yang tinggal setelah mereka melarikan diri dari kekerasan di wilayah mereka tinggal di Rakhine, Myanmar. Namun di Malaysia, warga Rohingya dianggap sebagai imigran ilegal dan tidak memiliki dokumen resmi.
Sumber anonim
Reuters lainnya mengatakan bahwa status tersebut kemungkinan membuat mereka enggan mengidentifikasi diri mereka untuk dites virus corona, bahkan jika mereka menunjukkan gejala terinfeksi.
Hal itu menjadi tantangan tersendiri bagi otoritas Malaysia yang saat ini tengah berupaya mengerem penularan virus tersebut.
Sementara itu, Ketua Kelompok Kerja Rohingya Hak-hak Pengungsi Asia Pasifik, Lilianne Fan, mengatakan bahwa pihak berwenang Malaysia, termasuk polisi, badan pengungsi Amerika Serikat dan LSM sedang bekerja untuk mengidentifikasi mereka yang menghadiri acara tersebut atau yang telah terpapar dengan orang-orang yang hadir.
Meskipun komunitas pengungsi sebagian besar telah bekerja sama, namun beberapa di antaranya enggan melakukan tes virus bernama resmi Covid-19 itu karena takut ditangkap.
"Satu langkah penting dan mendesak yang harus diambil adalah agar pemerintah secara terbuka menyatakan bahwa semua migran dan pengungsi tidak berdokumen tidak perlu takut ditangkap dan ditahan, dan bahwa semua kasus positif akan diberikan perawatan medis gratis dan tidak akan ditangkap di rumah sakit," kata Fan.
Meski demikian, belum ada komentar resmi dari otoritas Malaysia mengenai hal ini.
BERITA TERKAIT: