Dari 34 tentara Amerika yang mengalmi cedera otak traumatis, 17 anggota yang terluka telah kembali bertugas di Irak sedangkan 16 orang, dirawat. Delapan dirawat di Jerman dan delapan lainnya dirawat di Amerika. Untuk selanjutnya mereka akan dirawat di Pusat Kesehatan Militer Nasional Walter Reed.
Departemen Pertahanan akan meninjau cedera yang diderita oleh tentara AS itu secara berkala.
"Tujuannya adalah untuk setransparan, akurat, dan untuk memberikan informasi kepada warga Amerika dan tentara kami dengan informasi terbaik tentang pengorbanan luar biasa yang dilakukan oleh para pejuang perang kami," kata Hoffman, seperti dikutip dari CNN International, Sabtu (25/1).
Serangan rudal Iran merupakan pembalasan atas serangan drone AS yang menewaskan seorang jenderal top Teheran pada 3 Januari lalu. Awalnya, Presiden AS Donald Trump menyebut tidak ada tentara yang terluka atau terbunuh dalam serangan rudal Iran pada 8 Januari lalu itu, dan dikuatkan oleh Pentagon.
Selama Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, Trump diminta untuk menjelaskan perbedaan antara komentar sebelumnya bahwa tidak ada tentara AS yang terluka dalam serangan rudal Iran pada 8 Januari terhadap pangkalan udara al-Asad di Irak, dan laporan terbaru pasukan AS dirawat karena cedera yang diderita dalam serangan itu.
"Tidak, saya mendengar bahwa mereka sakit kepala, dan beberapa hal lainnya. Tetapi saya akan mengatakan, dan saya dapat melaporkan, itu tidak terlalu serius," jawab Trump dalam konferensi pers.
Trump mengatakan dia tidak menganggap potensi cedera otak sama seriusnya dengan luka pertempuran fisik, ia meremehkan parahnya cedera yang diderita tentara AS di Irak.
Padahal, Komando Pusat AS mengatakan bahwa 11 tentara dirawat karena gejala gegar otak akibat serangan. Menurut Pusat Cidera Otak Pertahanan dan Veteran bentuk TBI (Traumatic Brain Injury) yang paling umum di militer adalah TBI ringan. Cedera otak traumatis tidak selalu terlihat segera setelah mereka menderita. Namun ini menunjukkan betapa serangan itu berakbat serius.
BERITA TERKAIT: