Lam kini menyatakan kesiapannya untuk menanggalkan jabatan yang kini diemban dan meminta maaf kepada rakyat.
"Jika aku punya pilihan, hal pertama adalah berhenti, setelah membuat permintaan maaf mendalam," ujar Lam dalam sebuah rekaman audio yang diperoleh
Reuters dan dilansir oleh
Al Jazeera.
Lebih lanjut, Lam mengakui dirinya telah menyebabkan "malapetaka yang tak termaafkan" karena memicu krisis politik di pusat perekonomian Asia tersebut.
Gelombang unjuk rasa yang melanda Hong Kong diawali oleh protes RUU Ekstradisi yang kemudian meluas dengan tuntutan demokrasi secara utuh. Dalam salah satu tuntutannya, pengunjuk rasa bahkan ingin Lam untuk mengundurkan diri sebagai pemimpin Hong Kong.
Pernyataan dramatis Lam ini jadi cukup menyedihkan. Bagi seorang pemimpin Hong Kong yang dibayangi oleh kekuatan besar China, Lam memang menghadapi dilema. Terbukti, meski RUU Ekstradisi sudah ditangguhkan, gelombang unjuk rasa justru semakin bergolak.
Pada pekan lalu ketika melakukan pertemuan tertutup dengan para pengusaha, Lam mengatakan ia memiliki ruang yang sangat terbatas untuk menyelesaikan krisis.
Hal tersebut dikarenakan kerusuhan unjuk rasa ini telah menjadi masalah kemanan dan kedaulatan bagi China, terutama saat ini negara itu tengah bersitegang dengan Amerika Serikat.
Meskipun demikian, Lam mengatakan China tidak memiliki rencana untuk mengerahkan pasukan tentaranya ke Hong Kong.
BERITA TERKAIT: