Penasihat Trump, Sumber Ketegangan Iran-AS Di Teluk Persia

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/amelia-fitriani-1'>AMELIA FITRIANI</a>
LAPORAN: AMELIA FITRIANI
  • Jumat, 21 Juni 2019, 22:49 WIB
Penasihat Trump, Sumber Ketegangan Iran-AS Di Teluk Persia
Presiden Amerika Serikat Donald Trump/Net
rmol news logo Ketegangan yang mengarah pada potensi perang di Teluk Persia saat ini merupakan tanggungjawab para penasihat Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

"Kami berada di wilayah yang sangat berbahaya, presiden melakukan hal yang benar dalam mengambil langkah mundur (dari rencana melancarkan perang)," kata seorang profesor politik Timur Tengah di Universitas Georgetown dan mantan presiden Dewan Nasional Iran-Amerika, Trita Parsi, seperti dimuat Al Jazeera (Jumat, 22/6).

"Sangat jelas bahwa dia (Trump) telah disesatkan oleh penasihatnya yang, seperti halnya di Venezuela, telah menyarankannya untuk mengejar kebijakan yang sangat agresif," sambungnya.

Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa bisa jadi langkah Trump menarik rencana peluncuran perang merupakan upaya untuk memberi sinyal kepada Iran bahwa Amerika Serikat siap dan mampu menyerang Iran.

"Masalahnya, di pihak Amerika Serikat adalah mereka tidak akan bisa melakukan negosiasi dengan Iran jika pada saat yang sama melancarkan perang ekonomi terhadap negara itu," ujarnya.

"Apa yang sebenarnya mereka (Amerika Serikat) sepakati adalah taktik berupa tekanan maksimum dan sanksi ekonomi besar-besaran. Tetapi tujuan akhir Trump dan tujuan akhir seseorang seperti (Penasihat Keamanan Nasional) John Bolton dan (Perdana Menteri Israel Benjamin) Netanyahu dan (Putra Mahkota Saudi) Mohammed bin Salman (MBS), yang telah menasihati mereka, telah sangat berbeda dari awal," sambungnya.

Dia menjelaskan lebih lanjut bahwa John Bolton menginginkan perang dengan Iran. Dia adalah sosok ya g telah menganjurkan perang dengan Iran selama lebih dari 20 tahun.

"Sedangkan Trump dituntun untuk percaya bahwa sebenarnya tekanan maksimum adalah cara terbaik untuk kembali ke negosiasi dan mendapatkan kesepakatan yang lebih baik daripada yang telah diamankan Obama," tutupnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA