Ia hanya dibatasi oleh selat sempit bernama Bab Al Mandab, yang dalam bahasa Arab (باب المندب) berarti "pintu air mata"
Di zaman Rasulullah, wilayah ini merupakan bagian dari kekuasaan negara Habasyah, yang dipimpin oleh seorang raja dengan julukan
An-Najasyi ; Serupa dengan sebutan "Firaun" di Mesir, "Syah" di Iran, atau "Kaisar" di Jepang.
Najasyi waktu itu bernama Ashhamah bin Abhar, terkenal karena keadilannya dan sikapnya yang bijaksana dalam memimpin negara yang cukup luas meliputi Somalia, Eritria, Jibouti, Ethiopia, dan Sudan saat ini.
Najashi Ashhamah bin Abhar yang beragama Nasrani menerima kedatangan para sahabat Rasulullah yang membawa ajaran Islam dengan ramah.
Wilayah ini kemudian dikenal sebagai wilayah pertama di Afrika yang mengenal Islam. Masuknya Islam ke wilayah ini, diikuti oleh masuknya budaya Arab, baik dalam hal pakaian, makanan, bahasa, musik dan sebagainya, sehingga Somalia dikenal sebagai bagian dari dunia Arab.
Tali-temali perkawinan di antara kedua bangsa sudah berlangsung sebelum kedatangan Islam. Bilal dan Wahsyi merupakan dua pejuang Islam dari kota Mekkah yang hidup di zaman Rasulullah, leluhurnya berasal dari Habasyah.
Kisah pilu bangsa Somalia dimulai ketika junta militer yang dipimpin oleh Siad Barre, mendapat perlawanan dalam bentuk pemberontakan di akhir tahun 1980-an. Para pemberontak yang berbasis berbagai kabilah, kemudian berhasil menjatuhkan Siad Barre.
Berbagai kelompok kemudian bersaing untuk mengisi kevakuman kekuasaan. Paling tidak ada tiga kekuatan politik yang menonjol saat itu:
Somali Salvation Democratic Front (SSDF), _
Somali National Movement_ (SNM), dan
United Somali Congress (USC).
Pertarungan di antara kelompok-kelompok yang bersaing tidak kunjung mereda, disebabkan negosiasi dan kompromi tidak mampu membuahkan kesepakatan. Situasi ini memaksa PBB turun tangan dengan bendera UNOSOM pada tahun 1992.
Sejumlah kelompok menentang kehadiran PBB, dan yang paling utama dalam penentangan ini adalah kelompok USC yang dipimpin oleh Jenderal Mohammad Farrah Aidid.
Pertempuran antara pasukkan Aidid melawan Pasukan Amerika yang menggunakan bendera UNOSOM, tercatat sangat seru sekaligus tragis yang kemudian dikenal dengan
The Battle of Mogadishu pada 3-4 Oktober 1993.
Kisah pertempuran ini menjadi terkenal karena diangkat ke layar lebar oleh Hollywood. Pasukan Aidid berhasil menggagalkan operasi yang diberi sandi:
Gothic Serpent yang bertujuan menangkap sang pemimpin.
Sejumlah helikopter Black Hawk pasukan komando yang mengepung tempat tinggal Aidid rontok disergap RPG pasukan yang melindunginya. Selama tiga tahun bekerja, ternyata PBB gagal menyelesaikan misinya, dan memutuskan meninggalkan Somalia tahun 1995, sembari menetapkan negeri ini sebagai "negara gagal" (
fail state).
Setelah PBB angkat kaki, Farrah Aidid mendeklarasikan diri sebagai Presiden Somalia. Sementara di Djibouti sekelompok tokoh yang menjadi rivalnya memilih Ali Mahdi Muhammad. Akibatnya perpecahan antar kelompok terus berlangsung.
Masyarakat Somalia yang sangat religius, kemudian menjadi lahan yang sangat subur masuknya berbagai gerakan politik internasional yang bermotifkan Islam. Hal ini membuat perang sipil tak terelakkan. Tahun 1996, Presiden Mohammad Farrah Aidid terbunuh.
Tahun 2000 berhasil dibentuk pemerintahan transisi
Transitional National Government (TNG) di pengasingan, kemudian melahirkan
Transitional Federal government (TFG) pada tahun 2004 di Nairobi yang menjadi ibukota Kenya. Pemilu berhasil memilih anggota Parlemen yang kemudian menetapkan Presiden Abdullahi Yusuf Ahmed. Presiden mengendalikan kekuasaannya dari Nairobi.
Sementara sejumlah anggota Parlemen menetapkan di Mogadishu yang menjadi ibukota Somalia. Belakangan kantor Presiden dipindah ke Baidoa, yang berjarak sekitar 256 Km dari Mogadishu.
Sejumlah tokoh Muslim yang menolak kehadiran TFG kemudian membentuk
Islamic Court Union (ICU) sebagai saingan, yang dipimpin oleh Sharif Sheikh Ahmed. ICU mengontrol wilayah Selatan termasuk ibukota Mogadishu.
Tahun 2006 dalam berbagai bentrokan sporadis, ICU mengalami kekalahan dalam berhadapan dengan TFG yang dibantu Ethiopia. Dengan dikawal pasukan Ethiopi, TFG mengambil alih Mogadishu yang kemudian dijadikan pusat pemerintahannya.
Sejumlah tokoh fundamentalis memisahkan diri dari ICU, kemudian mendirikan oragnisasi baru bernama Jihad Islam dan Asyabab. Asyabab terus membesar dan sampai sekarang masih terus mengganggu pemerintah resmi Somalia yang berpusat di Mogadishu dengan berbagai aksi kekerasan yang dilakukannya.
Meskipun pemerintahan sudah berganti sekian kali melalui pemilu, akan tetapi pemerintah yang ada tidak efektif, karena belum bisa mengendalikan keamanan.
Penculikan, perampokan, dan bentrokan dengan milisia bersenjata masih terus terjadi. Akibatnya ekonomi tidak bisa berjalan normal.
Tidak ada negara lain yang melakukan perdagangan secara langsung, bahkan tidak ada satu negara pun yang berani membuka kedutaannya di Mogadishu. Akibatnya mayoritas rakyat hidup bergelimang kemiskinan.
Masyarakat internasional juga harus ikut menanggung beban, karena menjadi target bajak laut yang jumlahnya tidak terhitung yang beroperasi di selat sempit Bab Al Mandab.
Diperkirakan semakin hari jumlahnya semakin banyak, dengan modus operasi semakin canggih. Misalnya negosiasi untuk pembebasan sandra, para pembajak tidak mau bertemu langsung. Begitu juga saat menyerahkan uang, harus dilempar ke laut atau ke tengah gurun yang mereka tetapkan dengan cara memandu sang kurir.
Mungkin karena dianggap menarik, kisah bajak laut Somalia sudah diangkat ke layar kaca oleh Hollywood.
Kelompok-kelompok bajak laut ini awalnya adalah para nelayan pencari ikan yang bermetamorfose menjadi perampok di laut. Kombinasi dari kemiskinan, dan hasil merampok yang menggiurkan, ditambah dengan banyaknya para pembajak dermawan yang membagikan hasil jarahan pada masyarakat miskin di kampungnya, membuat banyak anak-anak di sana bercita-cita menjadi bajak laut.
Menurut sebuah sumber, rata-rata penghasilan per tahun, setiap kelompok bajak laut beranggota kurang dari jumlah dua jari tangan kita, mencapai 146 juta dollar Amerika.
Sejumlah pelaut Indonesia pernah menjadi sandra dan memerlukan tebusan yang tidak kecil, di samping proses yang panjang untuk membebaskannya.
Saya tidak tahu apakah banyaknya korban pembajakan yang mengalami kepedihan dan kesedihan ini, ada hubungannya dengan nama Bab Al Mandab yang berarti pintu air mata?
Wallahua'lam
Pengamat Politik Islam dan Demokrasi
BERITA TERKAIT: