Pada 1974 ia memimpin demo ribuan mahasiswa yang memprotes masalah kemiskinan puak Melayu yang menyebabkannya ditahan di bawah undang-undang ISA. Pada saat itu ia sangat dekat dengan tokoh-tokoh Islam sehingga diasosiasikan dengan partai Islam PAS.
Tahun 1982 Anwar bergabung dengan UMNO yang merupakan partai penguasa atas ajakan Mahatir Muhammad yang waktu itu baru diangkat menjadi Perdana Mentri menggantikan Datok Hussin Onn. Tahun 1983, ia dipercaya sebagai Mentri Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga. Tahun 1984 ditunjuk sebagai Menteri Pertanian. Tahun 1986 menduduki posisi yang lebih bergengsi sebagai Mentri Pendidikan.
Karirnya terus menanjak sehingga pada tahun 1991 dipercaya sebagai Mentri Keuangan. Tahun 1993 dipercaya sebagai Wakil Perdana Menteri sebagai puncak hubungan mesra Mahatir-Anwar. Bahkan publik berspekulasi bahwa Anwar dipersiapkan Mahathir untuk menggantikannya.
Tahun 1998 Malaysia seperti juga Indonesia, mengalami krisis ekonomi yang serius. Menghadapi situasi sulit ini kedua tokoh ini berbeda pendapat dalam hal cara mengatasinya. Hubungan kedua tokoh yang dianggap antara mentor dan muridnya ini mulai renggang. Bersamaan dengan itu muncul isu nepotisme dan kroniisme yang mengarah ke Mahathir. Sementara Anwar mulai menggelorakan perlunya reformasi. Anwar kemudian dicopot dari posisinya sebagai Wakil Perdana Menteri dan harus meringkuk di penjara dengan tuduhan keji yaitu melakukan sodomi (liwath).
Saat Abdullah Badawi menggantikan Mahathir 2003, Anwar dibebaskan. Bersama teman-temannya ia kemudian mendirikan partai politik baru bernama Partai Keadilan Rakyat (PKR). Saat Najib Razak naik tahta menggantikan Abdullah Badawi tahun 2009 sebagai Perdana Menteri, Anwar kembali ditahan dengan tuduhan yang sama untuk kedua kalinya. Selama Anwar ditahan, PKR dipimpin oleh istrinya Wan Azizah Wan Ismail yang dibantu putrinya Nurul Izzah.
Menyongsong Pemilu 2018, PKR berkoalisi dengan Partai Pribumi Bersatu Malaysia (PPBM) yang didirikan Mahatir setelah keluar dari UMNO, demi menghadapi musuh bersama PM Najib Razak. Saat itu ekonomi Malaysia terpuruk, dan saat bersamaan Perdana Mentri Najib Razak menghadapi tuduhan mega korupsi. Salah satu kesepakatan yang menarik dari kedua tokoh yang kembali rukun ini adalah; Jika oposisi menang dalam Pemilu, maka Mahathir dan Anwar akan berbagi waktu dalam memimpin sebagai perdana menteri.
Sebagaimana telah kita ketahui ternyata koalisi Mahathir-Anwar berhasil menumbangkan petahana. Sesaat setelah Mahatir dilantik menjadi PM Malaysia, ia segera membebaskan Anwar dari penjara, dan ia berjanji akan memimpin Malaysia sekitar dua tahun saja. Anwar kemudian berjuang untuk kembali ke parlemen melalui Pemilu Sela. Beberapa hari yang lalu ia telah dilantik sebagai anggota parlemen. Perjalanannya untuk menduduki kursi Perdana Menteri tinggal selangkah lagi.
Ada sejumlah pelajaran penting yang dapat dipetik dari perjalanan dan kiprah politik Anwar Ibrahim: Pertama, walaupun menjabat mentri berkali-kali, akan tetapi gaya hidup Anwar dan keluarganya tidak berubah. Ia tetap menjalani hidup bersahaja dan tidak menimbun harta. Kedua, ia tidak nepotis dalam pengertian tidak menarik-narik anak dan istrinya atau keluarga dekatnya untuk ikut menikmati kekuasaan.
Istri dan anak Anwar baru terjun ke politik dan berpartai saat Anwar mendekam di dalam penjara. Ketiga, walaupun jelas Anwar dizalimi dan dinista, sehingga ia menderita lahir dan bathin selama bertahun-tahun, akan tetapi ia tetap istiqamah dan terus merawat idealismenya. Keempat, ia difitnah melakukan sodomi, dan keluarganya diintimidasi dalam berbagai bentuknya, akan tetapi mereka tetap tabah dan sabar menjalaninya. Kelima, ia mampu memaafkan lawan-lawan politiknya, demi kepentingan bangsa dan negaranya.
Sangat langka politisi seperti Anwar Ibrahim saat ini, begitu juga keluarga yang mendampinginya. Ada kalanya sang ayah tahan terhadap godaan, sementara istri atau anak belum tentu. Ada juga yang lulus terhadap godaan penderitaan tapi tidak lulus terhadap godaan kekuasaan atau kesenangan. Mereka sekeluarga telah lulus terhadap godaan keduanya. Kita doakan semoga ke depan mereka tetap istiqamah. Sebuah pelajaran berharga bagi para politisi Indonesia.
[***]
Direktur Eksekutif Center for Dialogue and Cooperation among Civilization