Industri TI India Khawatir Dengan RUU Peningkatan Syarat Gaji Minimum AS

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/amelia-fitriani-1'>AMELIA FITRIANI</a>
LAPORAN: AMELIA FITRIANI
  • Rabu, 01 Februari 2017, 14:52 WIB
Industri TI India Khawatir Dengan RUU Peningkatan Syarat Gaji Minimum AS
Ilustrasi/BBC
rmol news logo Sektor industri Teknologi Informasi (TI) India khawatir dengan RUU Amerika Serikat soal peningkatan syarat gaji minimum pemegang visa H-1B.

Diketahui bahwa RUU yang diperkenalkan ke Parlemen Amerika Serikat itu mengusulkan dua kali lipat syarat gaji minimum pemegang visa H-1B dri semula 60 ribu dolar AS menjadi 130.000 dolar AS.

Anggota kongres ZOe Lofgren memperkenalkan RUU itu dan menyebut bahwa RUU bisa menghentikan perusahaan untuk mengisi posisi penting dengan pekerja Asing.

Menanggapi hal tersebut, Kementerian Luar Negeri India mengatakan telah menyatakan keprihatinannya.

"Kepentingan dan keprihatinan India ini telah dipilih dan disampaikan baik kepada pemerintah Amerika Serikat dan Kongres Amerika Serikat pada tingkat senior," kata sebuah pernyataan dari Kementerian Luar Negeri India.

Media India telah menggambarkan tindakan itu sebagai kemunduran besar untuk industri TI.

"RUU baru tidak memperlakukan semua perusahaan TI dengan pemegang visa H-1B sama," kta Shivendra Singh, wakil presiden dan kepala pengembangan perdagangan global dari National Association of Software dan Perusahaan Jasa (Nasscom).

"Jika tujuannya adalah untuk melindungi pekerja Amerika, maka RUU ini akan mengalahkan tujuan itu. Perusahaan yang tidak tergantung pada visa H-1B akan terus mendatangkan pekerja terampil pada upah yang lebih rendah yang akan meniadakan seluruh tujuan menyelamatkan pekerjaan Amerika Serikat," sambungnya.

Amar Ambani, kepala penelitian dari India Infoline, mengatakan bahwa jika RUU itu dilaksanakan, itu akan menjadi berita mengerikan untuk sektor TI India.

"Lebih dari 50 persen dari pendapatan mereka berasal dari pasar tersebut. Dan ini datang pada saat sektor TI India sudah menghadapi tantangan untuk meningkatkan margin dan profitabilitas mereka," katanya.

Diketahui bahwa setiap tahun keuangan setidaknya ada 65.000 cap visa 65.000 yang dikeluarkan. Menurut Layanan Kewarganegaraan dan Imigrasi Amerika Serikat, sekitar 85 persen di antaranya berasal dari India, banyak dari mereka bekerja di industri TI. [mel]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA