Penyerangan terjadi pada Kamis malam (7/7), ketika unjuk rasa yang memprotes tindakan diskriminatif aparat kepolisian terhadap warga kulit hitam terjadi di pusat kota itu. Massa demonstran mengutuk penembakan dua warga kulit hitam yang dilakukan polisi di Minnesota dan Louisiana, sebelumnya.
Tiba-tiba, sekitar pukul 21.00 waktu setempat, sejumlah polisi yang menjaga jalannya demonstrasi bertumbangan. Diketahui belakangan 11 polisi tertembak dan 5 orang tidak bisa diselamatkan.
Jumat waktu setempat, kepolisian berhasil menyergap tersangka, Micah Johnson, berusia 25 tahun.
Johnson tewas akibat ledakan bom yang digunakan aparat untuk melumpuhkannya. Sebelumnya, polisi mengepung tersangka selama beberapa jam.
Sejauh ini, Johnson diduga bertindak sendirian dalam aksi teror tersebut. Padahal sebelumnya, kepolisian Dallas meyakini ada dua orang "sniper" (penembak jitu) yang melakukan serangan.
Kepolisian kemudian menemukan bahan pembuat bom, rompi anti peluru dan amunisi serta buku taktik tempur, dari penggeledakan di rumah pelaku, di Mesquite, pinggiran kota Dallas. Polisi menyebut Johnson tidak memiliki riwayat kriminal sebelumnya.
"Saat ini masih satu pria bersenjata. Tidak ada bukti dia bagian dari atau terinspirasi organisasi teroris internasional," kata Sekretaris Homeland Security AS, Jeh Johnson, kepada wartawan di New York.
Pada konferensi pers di Dallas, walikota Michael Rawlings, mengatakan bahwa serangan ke arah pihak kepolisian berasal dari satu bangunan yang lebih tinggi.
Sejauh, tiga orang lain ditahan oleh polisi terkait persitiwa itu. Namun, aparat belum menyatakan mereka terkait langsung dengan teror tersebut.
[ald]
BERITA TERKAIT: