Dalam kesepakatan itu, Negeri Para Mullah ini bersedia untuk membatasi pengayaan uraniumnya tidak melebihi angka lima persen. Iran juga bersedia membatasi persedian uranium dan sepakat untuk tidak memasang sentrifugal pengayaan baru di pabrik Fordow. Selain itu, Iran juga wajib memberikan akses kepada badan pengawas nuklir PBB IAEA untuk melakukan inspeksi di Fordow dan Natanz.
Namun begitu, kesepakatan ini mendapat kecaman dari seteru Iran, Israel. Negara Yahudi itu menganggap kesepakatan ini masih buruk untuk mencapai solusi tepat di masa depan.
"Kesepakatan itu tidak akan menghentikan upaya Iran menguasai senjata nuklir," ujar Menteri Intelijen Israel dan Strategis, Yuval Steinitz seperti dilansir
Associated Press (Minggu, 24/11).
Steinitz juga menyayangkan perundingan itu berlangsung tanpa Israel. Padahal, menurutnya, senjata nuklir Iran merupakan ancaman bagi kelangsungan hidup Israel, di tengah kekhawatiran atas dugaan pengembangan rudal jarak jauh yang mampu menghantam daratan Israel.
"Israel tidak dapat berpartisipasi dalam kesepakatan internasional yang didasarkan pada penipuan Iran. Meskipun kami kecewa, kami akan tetap bekerja sama dengan negara-negara sekutu Amerika Serikat dan seluruh dunia untuk mencapai solusi yang komprehensif," kata Steinitz.
Israel merupakan negara yang telah berulang kali mengancam akan melakukan serangan militer terhadap fasilitas nuklir Iran. Serangan Iran ini akan dilakakukan jika diplomasi internasional gagal mengekang Iran memproduksi nuklir.
[ian]
BERITA TERKAIT: