Pemkot Jakbar Sudah Teken MoU dengan Pengusaha Coran Beton

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Senin, 15 Juli 2013, 17:49 WIB
Pemkot Jakbar Sudah Teken MoU dengan Pengusaha Coran Beton
foto:net
rmol news logo Keberadaan usaha concrete batching plant/CBP (rangka beton yang ditanam) di wilayah Jakarta Barat banyak diresahkan warga. Sebab, usaha pencampuran bahan coran beton itu kerap mencemari lingkungan yang berdampak pada kesehatan warga.

Di Jakbar, tercatat ada sembilan usaha pengolahan coran dari campuran semen, pasir, dan split atau sirtu (pasir batu) yang berdiri sejak puluhan tahun. Anehnya, usaha tersebut tidak memiliki izin dan tidak sesuai dengan tata ruang.

Pemprov DKI sudah menginstruksikan sejak tahun 2010 agar tidak ada usaha semacam ini di dalam kota. Namun kenyataannya, belum satu pun dari delapan usaha CBP yang ada di wilayah tersebut pindah atau dipindahkan ke luar kota.  Adapun usaha pengecoran yang dikeluhkan warga di antaranya adalah PT Karya Beton Sudhira yang berada di Kapuk, PT Tristarindo Al Chelmidela, PT Adhimix, PT Beta Concrete Mexie Rindo, PT Trumix Beton, PT Betamix, PT Adhimix Recasr dan PT Jayamix yang berada di Kelurahan Wijayakusuma.

Kepala Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Jakbar, Supardijo beralasan, pihaknya masih menunggu ketegasan dari Pemprov DKI terkait pemindahan usaha CBP. Apalagi Pemkot Jakbar sudah membuat perjanjian bersama (MoU) dengan pengusaha CBP.

"Kami jamin hanya satu-satunya yang membuat MoU di wilayah DKI Jakarta," umbarnya menanggapi keluhan warga terhadap keberadaan usaha CBP, Senin (15/7).

Melalui MoU ini, kendaraan pengangkut coran tidak lagi mengotori atau membuang sisa coran di tepi jalan termasuk di saluran air (menggunakan condom). Selain itu disepakati bahwa lingkungan perusahaan harus ditanami pohon Glodokan Tiang serta dipasangi web mixing dan spriyer cool (penangkal debu).

"Manfaatnya (spriyer cool) supaya tidak ada lagi debu yang mencemari lingkungan atau rumah warga," jelas Supardijo.

Namun diakuinya masih ada beberapa perusahaan yang melanggar dan sudah ditegur. Pelanggaran terutama menyangkut ceceran semen truk molen pengangkut coran beton yang dapat merusak jalan dan jembatan. Kemudian batu krikil yang tercecer akibat penuhnya muatan juga sangat membahayakan pengendara terutama sepeda motor.

"Dengan adanya kesepakatan, truk molen yang membawa coran melintasi jembatan tidak boleh lebih dari 6M3 agar tidak tumpah atau berceceran," tambah Supardijo.

Menurut aturan, usaha CPB hanya bersifat sementara, jika di sekitar lokasi ada proyek seperti pengecoran jalan tol. Namun di lapangan, usaha ini terkesan permanen bahkan sampai puluhan tahun. Diakui Supardijo, usaha CPB tidak memiliki kelengkapan perizinan yang dipersyaratkan antara lain IMB, izin Upaya Kelola Lingkungan (UKL) dan Upaya Pantau Lingkungan (UPL). Para pengusaha itu hanya memiliki UU Gangguan, Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP).[wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA