Fraksi PKS: Selama TNI Kuat, Negara Kita Kuat
Laporan: Aldi Gultom | Rabu, 05 Oktober 2016, 16:33 WIB

Hingga saat usianya yang ke-71 tahun, TNI masih kokoh dalam mengemban tugas menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
TNI bertahan sampai sekarang meski di awal kelahirannya masih banyak kekuatan militer RI yang berserak, bahkan ada juga yang disebut sebagai tentara merah. TNI bisa bertahan melalui pemberontakan PKI Madiun 1948, Agresi Militer Belanda I tahun 1947, Agresi Militer Belanda II tahun 1948, pemberontakan G 30 S PKI dan pemberontakan-pemberontakan lain.
Demikian disampaikan Sekretaris Fraksi PKS di DPR RI, Sukamta, di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (5/10).
"Kita bersyukur pada usianya yang menginjak 71 tahun, TNI masih kokoh dalam mengemban tugasnya menjaga kedaulatan NKRI," jelas Sukamta.
Pada masa Orde Baru, sistem perpolitikan di Indonesia mengenal Dwi Fungsi ABRI. Lalu pada masa reformasi tahun 1998, sistem ini dihapus. Militer dalam hal ini TNI tidak boleh berpolitik, dengan tugas utama menjaga pertahanan dan kedaulatan bangsa.
Meskipun TNI tidak boleh berpolitik lagi, namun TNI dapat berpartisipasi dalam kehidupan sipil yang dalam UU 34/2004 tentang TNI disebut sebagai Operasi Militer Selain Perang (OMSP) yang berjumlah 14 bidang," jelas Sukamta.
Menurut dia, OMSP diperlukan mengingat ancaman perang sekarang tidak hanya dalam pengertian militer konvensional, tetapi juga bisa terjadi secara asimetris (asymmetric war), yaitu perang ekonomi, perang budaya, perang pemikiran, perang mata uang, atau perang agrikultur.
"Maka, kini TNI tidak hanya berlatih dan bertempur, tapi juga menjaga kedaulatan pada delapan aspek kehidupan atau asta grata yang meliputi politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, dan lain-lain," tegas wakil rakyat dari Daerah Pemilihan Yogyakarta ini.
Dengan usianya yang mencapai 71 tahun tersebut, lanjut Sukamta, sejumlah pekerjaan rumah harus segera diselesaikan TNI. Sedangkan DPR masih terus berjuang agar meningkatkan anggaran pertahanan, khususnya untuk Alutsista dengan program MEF (Minimum Essential Force) meskipun anggaran pertahanan tahun ini turun dan berjuang untuk meningkatkan kesejahteraan TNI.
"Tantangan perang siber atau cyber war juga merupakan pekerjaan rumah yang harus serius disikapi. Kita harus mempersiapkan sistem pertahanan siber atau cyber security system," jelasnya.
Selain itu, konflik sosial yang melibatkan oknum TNI seperti akhir-akhir ini terjadi di Medan dan Sidoarjo, juga persoalan tanah negara yang dihuni oleh para veteran, juga tidak boleh dilupakan.
"Kita tidak boleh menelantarkan para veteran, karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawannya," jelas Sukamta.
Jika bicara makro, tugas-tugas pertahanan seperti menjaga wilayah perbatasan, turut aktif dalam menjaga keamanan dan stabilitas kawasan serta turut menjaga perdamaian dunia, adalah tugas-tugas yang tidak boleh berhenti dilakukan. TNI tidak saja diakui oleh negeri sendiri, tapi juga telah diakui di dunia internasional. Tentara-tentara dari banyak negara maju telah mengakui kehebatan TNI.
"Kita ingin TNI kuat, karena TNI adalah tulang punggung negara ini. Jika tulang punggung kuat, negara ini masih kuat berdiri. Saya ingat pernyataan Panglima Besar Jenderal Soedirman, 'satu-satunya hak milik republik yang masih utuh tidak berubah-ubah, meskipun harus mengalami segala macam soal dan perubahan, hanyalah angkatan perang Republik Indonesia'," jelas Sukamta.
[ald]