Tambahan Kuota Haji, Selain Arab Saudi Pemerintah RI Harus Lobi OKI
Laporan: Ruslan Tambak | Selasa, 20 September 2016, 05:55 WIB

Selaku anggota Tim Pengawas Haji Tahap II tahun 2015 lalu atau pada saat pelaksanaan ibadah haji, Anggota Komisi VIII DPR RI Achmad Mustaqim dan rombongan, berkesempatan berdialog dengan Amirul Haj Irak. Mustaqim menjelaskan, dalam pertemuan yang berlangsung sekitar satu jam itu, salah satu masalah yang dibahas adalah kuota haji.
Kata Mustaqim, dari pertemuan itu diperoleh informasi bahwa soal kuota haji tidak sekedar Arab Saudi saja yang memutuskan, tetapi ada kaitannya dengan Organisasi Negara Islam (OKI). Betul bahwa pemilik utama kuota haji adalah Pemerintah Arab Saudi, tetapi tapi indeks pembagian dilakukan Sidang OKI yang kemudian dikordinasikan dengan Pemerintah Saudi.
Menurut politisi PPP ini, sampai saat ini dalam menentukan kuota haji masih menggunakan rumus permil dari penduduk beragama Islam di sebuah negara. Indonesia dengan penduduk beragama Islam terbesar di dunia, maka masuk kategori kuota haji terbesar, di bawah itu Irak sekitar 60 ribu dan Malaysia.
Lebih lanjut dikatakan Mustaqim, untuk penambahan kuota haji ada dua kemungkinan yang bisa dilakukan. Pertama, harus sabar hingga pembangunan Masjidil Haram selesai sehingga kuota kembali normal. Kedua, dengan diplomasi.
"Berdasarkan informasi dari teman di Malaysia, juga sudah ada daftar tunggu hingga 40 tahun sehingga sesama negara Asean seperti Thailand, Myanmar dan Philipina, bila membantu penambahan kuota kepada Indonesia, jumlahnya tidak signifikan. Karena itu harus bernego selain dengan Pemerintah Arab Saudi, juga dengan OKI," kata Mustaqim dalam keterangannya di Jakarta, Senin (19/9).
"Di sinilah letak diplomasi Pemerintah itu diuji. Karena tahun lalu Presiden Jokowi sepulang kunjungan dari Arab Saudi minta tambahan kuota 10 ribu, lalu Menteri Agama juga menyatakan mendapat tambahan kuota 10 ribu, berarti ada tambahan 20 ribu," jelasnya menambahkan.
Tetapi kenyataannya, lanjut Mustaqim, tahun 2016 ini sama sekali tidak ada penambahan kuota. Karena itu statemen-statemen seperti ini tidak etis dan perlu dihindari.
"Perlu lebih hati-hati dalam membuat statemen, sebab masalah ini sangat sensitif," tegas Mustaqim.
Selain itu, lanjut Legislator dari Dapil Jateng VIII ini, Pemerintah perlu mengusahakan penambahan kuota khusus yang bersifat G-to-G artinya menggunakan visa undangan dari Kerajaan yang kemudian dikonversi.
"Ini agak rumit tetapi sebagai salah satu kemungkinan, bisa dilakukan," tukas Mustaqim.
[rus]