DPR: Penyitaan Aset Lebih Efektif Menghukum Koruptor
Laporan: Aldi Gultom | Jumat, 16 September 2016, 12:13 WIB

Kalangan DPR RI mendukung wacana dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberikan biaya sosial kepada koruptor.
Artinya, hukuman bagi terdakwa korupsi dituntut lebih tinggi daripada perhitungan kerugian yang selama ini dilakukan. Kebijakan ini untuk menimbulkan efek jera dan memulihkan kerugian negara.
Anggota Komisi III dari Fraksi Nasdem, Taufiqulhadi, menilai gagasan tersebut sebagai hal yang wajar yang terus berkembang di masyarakat seiring semangat pemberantasan korupsi. Dia tidak keberatan jika pemberian hukuman ini diberlakukan selama dalam konteks memberikan efek jera.
Hanya saja, Taufiq memandang gagasan ini perlu dikomunikasikan dan didiskusikan terlebih dahulu bersama legislatif.
"Tentu tidak bisa gagasan ini langsung diterapkan kepada terpidana, apalagi saat ini kita sedang membahas KUHP," ujar Legislator Jawa Timur IV tersebut kepada wartawan, Jumat (16/9).
Dia berpendapat, korupsi di Indonesia akan masih sulit ditekan bila terpidana hanya dikenakan hukuman tanpa penyitaan aset.
"Tanpa menyita aset kekayaan hasil korupsi tidak akan menimbulkan efek jera yang berarti bagi koruptor," ungkapnya.
Taufiq menekankan, memperkuat UU Pengambilan Aset (Asset Recovery) Hasil Korupsi jauh lebih penting daripada memperberat hukuman kepada koruptor.
"Sita dan habisi dulu harta kekayaan hasil korupsinya yang tersimpan di mana saja, baru kemudian dia dihukum secara porposional sesuai tindakan hukum yang dijatuhkan kepada dia," tambahnya.
[ald]