Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (Sekjen PB HMI), Alwi Hasbi Silalahi mengurai salah satu perusahaan adalah PT Socfin Indonesia (Socfindo). Perusahaan ini diduga tidak patuh terhadap UU 39/2014 tentang Perkebunan, PP 26/2021 dan Permentan 18/2021, yang mewajibkan perusahaan perkebunan memberikan manfaat ekonomi nyata bagi masyarakat sekitar.
Hasbi menegaskan, kewajiban tersebut bukan sekadar formalitas. FPKM harus mencakup pembangunan kebun rakyat bermitra, penyediaan sarana produksi seperti bibit dan pupuk, pendampingan teknis, hingga dukungan akses pembiayaan.
“Ini bukan soal pelatihan seremonial, tetapi tentang kesejahteraan petani sebagai bagian dari keadilan agraria,” kata Hasbi dalam keterangan tertulisnya kepada redaksi, Rabu, 10 Desember 2025.
Laporan yang diterima PB HMI dari kelompok tani dan hasil pemantauan sejumlah lembaga, diduga kuat kemitraan yang dijalankan Socfindo tidak memenuhi substansi regulasi, yakni hanya berhenti pada kegiatan pelatihan, tanpa pembangunan kebun dan kontribusi nyata terhadap peningkatan produktivitas maupun pendapatan petani.
“Petani tidak boleh hanya jadi stempel administratif. Mereka subjek pembangunan, bukan pelengkap dokumen,” tegas Hasbi.
Atas dasar itu, Hasbi meminta pemerintah melakukan audit kepatuhan secara menyeluruh terhadap pelaksanaan FPKM oleh Socfindo dan perusahaan lain.
Ia menjelaskan, PP 26/2021 telah tegas menyatakan manfaat ekonomi sebagai indikator utama nilai kemitraan. Karena itu, perpanjangan hak guna usaha (HGU) tidak boleh dilakukan bila kewajiban sosial perusahaan belum terpenuhi.
“Negara wajib hadir. Jika kewajiban tidak dipenuhi, perpanjangan HGU harus ditinjau ulang demi kepentingan masyarakat,” pungkasnya.
BERITA TERKAIT: