PDB Jepang Terjerembab Makin Dalam

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Selasa, 09 Desember 2025, 08:58 WIB
PDB Jepang Terjerembab Makin Dalam
Ilustrasi (Artificial Intelligence)
rmol news logo Perekonomian Jepang mencatat penurunan lebih tajam pada kuartal Juli-September 2025. Data terbaru menunjukkan PDB menyusut 2,3 persen secara tahunan, lebih dalam dari estimasi awal 1,8 persen. 

Penurunan ini memperkuat alasan Perdana Menteri Sanae Takaichi untuk meluncurkan paket stimulus besar bulan lalu, yang disebut sebagai yang terbesar sejak masa pandemi. Pemerintah berharap langkah ini dapat menahan tekanan ekonomi dan menjaga daya beli masyarakat.

Meski PDB melemah, para analis menilai Bank of Japan kemungkinan tetap akan menaikkan suku bunga pada pertemuan 18-19 Desember mendatang. Pasar memperkirakan peluang kenaikan mencapai sekitar 90 persen, didorong sinyal kuat dari Gubernur BOJ Kazuo Ueda.

Ekonom Nomura, Uichiro Nozaki, menilai kontraksi ini mungkin justru membantu pemerintah menjelaskan perlunya stimulus jumbo, namun ia melihat pelemahan ini bersifat sementara. “Saya masih yakin ekonomi akan kembali tumbuh positif pada kuartal berikutnya," ujarnya, dikutip dari Japan Times, Selasa 9 Desember 2025.

Untuk meredakan tekanan inflasi pada rumah tangga, pemerintah menggelontorkan stimulus 17,7 triliun Yen (sekitar Rp 1.800 triliun). Program ini mencakup subsidi listrik dan gas, pemotongan pajak, serta bantuan upah bagi usaha kecil. Pemerintah memperkirakan kebijakan ini dapat menambah pertumbuhan hingga 1,4 poin persentase per tahun selama tiga tahun.

Namun sejumlah indikator tetap menunjukkan tekanan. Investasi bisnis turun 0,2 persen, konsumsi rumah tangga hanya naik 0,2 persen, dan upah riil turun selama sepuluh bulan berturut-turut karena inflasi masih lebih cepat dari kenaikan gaji. Inflasi Jepang sendiri telah berada di atas target 2 persen selama lebih dari tiga setengah tahun.

Ke depan, Jepang masih dibayangi risiko tambahan. Yen melemah ke sekitar 155 per Dolar, memperparah tekanan harga. Ketegangan dengan Tiongkok juga mengancam pariwisata, dengan perkiraan Goldman Sachs bahwa turis dari Tiongkok dan Hong Kong bisa turun hingga 50 persen. Meski begitu, ekonom Daiwa, Keiji Kanda, menilai pemulihan tetap mungkin terjadi seiring membaiknya pendapatan perusahaan.rmol news logo article
EDITOR: RENI ERINA

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA