Dikutip dari Reuters, harga minyak mentah Brent naik 1,10 Dolar AS atau 1,7 persen menjadi 67,49 Dolar AS per barel. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik 1,04 Dolar AS atau 1,7 persen menjadi 63,67 Dolar AS per barel.
Selain serangan Israel, pasar minyak juga dipengaruhi meningkatnya ketegangan di Eropa Timur. Polandia mengaku menembak jatuh drone Rusia yang memasuki wilayah udaranya saat Moskow memperluas serangan ke Ukraina barat.
Sehari sebelumnya, harga minyak juga sempat naik 0,6 persen setelah Israel mengklaim menargetkan pemimpin Hamas di Doha. Kenaikan harga bahkan sempat mendekati 2 persen sebelum kembali turun.
Meski begitu, para analis menilai ancaman terhadap pasokan minyak global belum terlihat.
“Risiko geopolitik biasanya tidak bertahan lama kecuali ada gangguan pasokan nyata,” kata analis SEB.
Dari sisi ekonomi, pasar memperkirakan Bank Sentral AS (Federal Reserve) akan memangkas suku bunga pada pertemuan 16–17 September. Langkah ini bisa mendorong aktivitas ekonomi dan permintaan minyak.
Menteri Energi AS, Chris Wright, mengatakan pertumbuhan ekonomi global ke depan akan meningkatkan konsumsi energi. Namun, ia juga mengingatkan produksi minyak AS kemungkinan akan mencapai batas maksimal dalam waktu dekat.
Sementara itu, persediaan minyak di AS justru naik.
Badan Informasi Energi (EIA) melaporkan stok minyak mentah bertambah 3,9 juta barel pada pekan yang berakhir 5 September, padahal analis memperkirakan stok akan turun 1 juta barel. Kenaikan ini memberi sinyal negatif untuk harga minyak dalam jangka pendek.
BERITA TERKAIT: