Mengutip Reuters pada Sabtu 19 Juli 2025, keputusan ini diumumkan setelah laporan investigatif dari ProPublica mengungkapkan keterlibatan tenaga kerja Tiongkok dalam proyek cloud militer AS.
Laporan tersebut menyoroti penggunaan teknisi China oleh Microsoft dalam sistem komputasi awan yang rawan untuk Pentagon.
Meski berada di bawah pengawalan ketat dari AS, laporan menyebut pengawas kerap tak memiliki keahlian teknis memadai untuk menilai potensi risiko siber dari para teknisi China tersebut.
Microsoft, sebagai salah satu kontraktor utama teknologi pemerintah AS, sebelumnya telah menjadi sasaran serangan siber oleh kelompok peretas dari China dan Rusia.
Namun perusahaan menyatakan bahwa mereka telah melaporkan penggunaan teknisi dari China kepada otoritas selama proses otorisasi kontrak.
Juru bicara Microsoft, Frank Shaw, menyatakan bahwa perusahaan telah mengubah metode dukungan mereka terhadap pelanggan dari sektor pemerintah AS.
“Sebagai respons atas kekhawatiran yang muncul awal pekan ini kami memastikan tidak ada tim teknik berbasis di China yang memberikan bantuan teknis untuk layanan militer AS,” tulis Shaw melalui platform X.
Senator Tom Cotton, politisi Partai Republik dari Arkansas sekaligus ketua Komite Intelijen DPR, mengirim surat resmi kepada Menteri Pertahanan Pete Hegseth untuk meminta penjelasan lebih lanjut terkait penggunaan tenaga kerja asing dalam proyek pertahanan.
“Pemerintah AS menyadari bahwa kapabilitas siber Tiongkok merupakan salah satu ancaman paling agresif dan berbahaya,” tulis Cotton dalam suratnya.
Merespons isu tersebut, Menteri Pertahanan Pete Hegseth mengumumkan audit menyeluruh selama dua pekan terhadap seluruh kontrak cloud militer.
“Mulai saat ini, China tidak akan lagi terlibat dalam layanan cloud militer AS,” tegas Hegseth dalam pernyataan videonya yang diunggah di platform X.
BERITA TERKAIT: