Menteri Kebudayaan Jerman, Wolfram Weimer, mengatakan bahwa saat ini para pejabat sedang menyusun proposal undang-undang sambil berdiskusi dengan perusahaan-perusahaan digital tersebut. Ia juga menyebut perusahaan-perusahaan ini telah melakukan "penghindaran pajak yang licik". Pemerintah pun mempertimbangkan alternatif lain, seperti meminta mereka memberi sumbangan secara sukarela.
"Perusahaan-perusahaan ini menghasilkan miliaran dolar dari bisnis di Jerman dengan keuntungan yang sangat besar. Mereka juga memanfaatkan media, budaya, dan infrastruktur negara ini, tetapi hampir tidak membayar pajak, investasi mereka minim, dan kontribusi mereka kepada masyarakat sangat kecil," kata Weimer dalam wawancara dengan majalah Stern, dikutip dari Reuters, Senin, 2 Juni 2025.
Awal tahun ini, partai-partai dalam pemerintahan Jerman memang sepakat untuk mempertimbangkan pajak layanan digital. Namun, kebijakan ini belum termasuk dalam daftar prioritas utama koalisi pemerintahan.
"Usulan dari Weimer ini belum menjadi keputusan resmi pemerintah," ujar beberapa pejabat.
Jika kebijakan ini diterapkan, Jerman akan bergabung dengan negara-negara lain yang sudah lebih dulu mengenakan pajak digital, seperti Inggris, Prancis, Italia, Spanyol, Turki, India, Austria, dan Kanada.
Langkah ini diperkirakan bisa memicu ketegangan baru dalam hubungan dagang dengan Amerika Serikat.
Trump, sebelumnya sudah memperingatkan bahwa dia tidak akan membiarkan negara lain "mengambil alih pajak dari perusahaan-perusahaan Amerika demi keuntungan mereka sendiri."
Sebagai upaya diplomasi, Kanselir Jerman, Friedrich Merz, direncanakan akan segera melakukan kunjungan ke Washington untuk bertemu dengan Presiden Trump.
BERITA TERKAIT: