Langkah ini disebut sebagai aksi balasan atas keputusan Washington yang memberlakukan tarif hingga 145 persen terhadap sejumlah produk asal China.
Seperti dikutip
Reuters pada Rabu 16 April 2025, perintah tersebut disampaikan oleh otoritas China kepada maskapai dalam negeri, dan menjadi sinyal terbaru meningkatnya perang dagang antara dua raksasa ekonomi dunia itu.
Tiga maskapai utama China, yaitu Air China, China Eastern Airlines, dan China Southern Airlines, sebelumnya dijadwalkan menerima pengiriman masing-masing 45, 53, dan 81 unit pesawat Boeing pada periode 2025 hingga 2027. Namun rencana itu kini terancam batal setelah adanya instruksi pembekuan dari otoritas Beijing.
Kabar boikot ini langsung menekan saham Boeing, yang turun 0,5 persen dalam perdagangan terbaru. Kondisi ini tidak lagi mengejutkan, sebab pasar China merupakan salah satu yang terbesar dan paling strategis bagi produsen pesawat asal Amerika Serikat tersebut.
Imbas dari perang dagang ini tidak hanya dirasakan oleh dua negara. Industri dirgantara global turut terguncang, dengan kontrak senilai miliaran dolar antara maskapai, produsen pesawat, dan pemasok kini terancam berada dalam ketidakpastian.
Salah satu contoh datang dari pemasok Amerika, Howmet Aerospace, yang mulai meninjau ulang kerja sama dan memicu diskusi baru terkait siapa yang harus menanggung beban tarif tambahan tersebut.
Beberapa CEO maskapai bahkan lebih memilih menunda pengiriman pesawat daripada harus menanggung bea yang memberatkan perusahaan.
BERITA TERKAIT: