Laporan sebelumnya menunjukkan, kinerja indeks di bursa Wall Street yang kembali menutup sesi perdagangan awal pekan dengan lonjakan yang tak terlalu tajam namun solid. Sentimen dari kebijakan tarif Trump yang mengecualikan produk Apple dari China masih menjadi motor optimisme di Wall Street.
Optimisme Wall Street tersebut kemudian mampu menjalar hingga sesi perdagangan Selasa 15 April 2025 di Asia. Pelaku pasar di Asia mencoba mengandalkan sentimen dari Wall Street di tengah minimnya sentimen regional yang tersedia. Kinerja indeks di Asia akhirnya mampu bertahan di zona positif meski dalam rentang yang kurang meyakinkan.
Hingga sesi perdagangan ditutup, indeks Nikkei (Jepang) menguat signifikan 0,84 persen di 34.267,54, sementara indeks ASX 200 (Australia) menguat tipis 0,17 persen di 7.761,7 dan indeks KOSPI (Korea Selatan) melonjak lumayan 0,88 persen di 2.477,41. Seragamnya kinerja indeks di Asia dengan menjejak zona penguatan yang cenderung moderat akhirnya berhasil dimaksimalkan pelaku pasar di Jakarta untuk bertahan optimis.
Tinjauan dari sesi perdagangan di Jakarta menunjukkan, kinerja IHSG yang mencoba melompat dalam rentang sangat tajam dalam mengawali sesi perdagangan pagi. IHSG bahkan terpantau sempat melonjak lebih dari 2 persen untuk mengintai level psikologisnya di kisaran 6.500 dengan menjejak posisi 6.497,53.
Namun IHSG kemudian secara perlahan dan konsisten mengikis penguatan hingga sepanjang sesi perdagangan sore. IHSG akhirnya memungkasi sesi dengan menanjak 1,15 persen di 6.441,68. Kinerja IHSG yang tak terlalu meyakinkan dalam menjejak zona positif kali ini tergambar pada bervariasinya kinerja saham unggulan.
Pantauan lebih rinci memperlihatkan, sejumlah saham unggulan yang masuk dalam jajaran teraktif ditransaksikan yang berakhir merah dalam menutup sesi, seperti: BMRI, BBNI, ASII, ITMG, BBTN, JPFA dan CPIN. Sementara sejumlah saham unggulan lain tercatat mampu bertahan hijau, seperti: BBCA, TLKM, ADRO, UNTR, PGAS, SMGR, ICBP, INDF, INTP, PTBA dan ISAT.
Laporan dari jalannya sesi perdagangan memperlihatkan, pelaku pasar yang sempat tertuju perhatian nya pada sentimen domestik dari rilis data indeks keyakinan konsumen. Indeks keyakinan konsumen pada Maret diklaim berada di posisi 121,1 atau menurun signifikan dibanding bulan sebelumnya yang sebesar 126,4.
Situasi ini nampaknya menjadikan optimisme pelaku pasar tertahan untuk melanjutkan aksi akumulasi lebih agresif. Kinerja IHSG akhirnya mengikis penguatan tajam yang sempat dibukukan di awal sesi pagi. Sentimen domestik lain datang dari Istana, di mana Presiden Prabowo Subianto disebutkan menyambut kedatangan Wakil Perdana Menteri Rusia Denis Manturov. Sentimen secara keseluruhan di bursa saham terkesan masih mencoba bertahan optimis di tengah rawannya ancaman sentimen tensi dagang AS-China.
Rupiah Kembali Lengser
Kinerja kurang meyakinkan IHSG terlihat berseiring dengan pantauan di pasar uang. Nilai tukar Rupiah kembali terhuyung di zona merah dalam menjalani sesi hari kedua pekan ini. Kinerja Rupiah juga terlihat konsisten menjejak zona pelemahan, di tengah terhenti gerak menguat mata uang utama dunia.
Pantauan menunjukkan, penguatan mata uang utama dunia yang sedikit berbalik usai menorehkan lonjakan sangat tajam di sesi penutupan pekan lalu. Pelaku pasar mencoba mengevaluasi lonjakan yang dinilai berlebihan dalam merespon kebijakan terkini tarif Trump.
Sentimen sedikit berbalik nya mata uang utama dunia tersebut kemudian menjadi bekal kurang bersahabat bagi pasar Asia. Tinjauan terkini di pasar Asia menunjukkan, dua mata uang Asia; Peso Filipina dan Rupee India yang masih bertahan di zona penguatan. Selebihnya, termasuk Rupiah, mata uang Asia masih tercecer di zona pelemahan.
Hingga ulasan ini disunting, Rupiah tercatat bertengger di kisaran Rp16.810 per Dolar AS atau melemah 0,24 persen. Kinerja Rupiah terpantau sempat berupaya menjejak zona penguatan tipis di awal sesi pagi. Namun sentimen domestik dari rilis data indeks keyakinan konsumen terlihat gagal memberikan sokongan untuk mempertahankan Rupiah di zona hijau.
Sementara laporan dari sesi perdagangan di pasar Asia menunjukkan, kinerja nilai tukar Peso Filipina yang tercatat mampu membukukan penguatan menonjol dengan melambung hingga kisaran 0,65 persen. Peso Filipina dengan demikian menahbiskan diri sebagai mata uang terkuat di Asia di tengah minimnya sentimen regional yang tersedia.
Tinjauan
RMOL menunjukkan, sikap pelaku pasar yang kini mengarahkan perhatiannya pada sentimen rilis data penjualan ritel AS yang diagendakan pada Rabu malam besok waktu Indonesia Barat. Kinerja mata uang utama dunia yang sedikit berbalik melemah diyakini akibat sikap pelaku pasar yang mencoba mengantisipasi sentimen rilis data tersebut, di tengah masih dominannya sentimen tensi dagang AS-China.
BERITA TERKAIT: