Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menilai hal tersebut akan terjadi seiring diberlakukannya kebijakan tarif 32 persen Amerika Serikat (AS) terhadap Indonesia.
Menurutnya, sentimen tersebut dapat membuat investor asing ramai-ramai menarik dananya dari saham negara berkembang termasuk Indonesia sehingga menyebabkan capital outflow yang semakin deras.
"Pasca libur lebaran, pasar saham bersiap hadapi capital outflow. Trading halt bukan tidak mungkin terjadi lagi," kata Bhima kepada
RMOL pada Kamis 3 April 2025.
Senada dengan Bhima, Direktur Program Pascasarjana ITB Ahmad Dahlan Jakarta Mukhaer Pakkana menilai bahwa kondisi pasar keuangan Indonesia masih dalam tekanan besar akibat arus modal keluar yang semakin cepat.
"IHSG akan terus mengalami penurunan. Depresiasi Rupiah juga diperkirakan berlanjut karena investor global memilih keluar dari negara-negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini akan memperburuk capital outflow di pasar saham," kata Mukhaer.
Dengan tekanan ini, skenario trading halt—yakni penghentian sementara perdagangan saham ketika indeks anjlok melebihi 5 persen dinilai bukan hal yang mustahil terjadi lagi.
Sebelumnya, penurunan IHSG lebih dari 5 persen terakhir kali terjadi pada 18 Maret 2025, yang menyebabkan Bursa Efek Indonesia (BEI) menerapkan trading halt selama 30 menit, untuk pertama kalinya sejak 2020.
BERITA TERKAIT: