Sentimen buruk kali ini datang dari keputusan Trump yang akhirnya mengenakan tarif masuk impor produk otomotif sebesar 25 persen.
Keputusan ini sekaligus mengakhiri spekulasi sebelumnya menyangkut upaya pemerintahan Washington untuk menuju kompromi penaikkan tarif di tengah ancaman resesi ekonomi yang semakin dikhawatirkan pelaku pasar di bursa Wall Street.
Tekanan jual akhirnya menderas hingga memungkasi sesi dengan keruntuhan tajam di seluruh Indeks. Indeks DJIA berakhir di 42.454,79 setelah terkoreksi 0,31 persen, sementara indeks Nasdaq ambruk 2,04 persen di 17.899,01 dan indeks S&P500 terpangkas tajam 1,12 persen di 5.712,2.
Pantauan lebih jauh menunjukkan, kinerja saham-saham teknologi seperti Google, amazon, facebook dan Tesla, yang kali ini bablas dalam rentang sangat tajam hingga menjungkalkan indeks Nasdaq secara curam. Situasi suram di bursa Wall Street kemudian dengan mudah menghadirkan sentimen pesimis di bursa saham Asia dalam menjalani sesi perdagangan hari keempat pekan ini, Kamis 27 Maret 2025.
Situasi di Asia semakin kukuh dalam pesimisme akibat rilis data dari China yang menyebutkan tingkat profit industri turun 0,3 persen pada Februari lalu. Buruknya kinerja industri China yang tercatat sebagai mesin perekonomian Asia itu menyulitkan pelaku pasar di Asia untuk sekedar menahan tekanan jual yang telah menderas.
Data suram China ini semakin mengukuhkan rangkaian laporan sebelumnya menggaris bawahi rentannya perekonomian China jatuh dalam perlambatan yang serius, terlebih pukulan dari kebijakan penaikkan tarif masuk pemerintahan Presiden Donald Trump.
Tekanan jual yang solid akhirnya berlangsung konsisten di sepanjang sesi dan indeks di Asia kompak tersungkur dalam zona merah. Hingga sesi perdagangan ditutup, indeks Nikkei (Jepang) tertebas tajam 0,6 persen di 37.799,97, sementara Indeks KOSPI (Korea Selatan) anjlok 1,39 persen di 2.607,15 dan Indeks ASX 200 terpangkas 0,38 persen di 7.969.
Tekanan jual solid di bursa saham Asia akhirnya membebani sesi perdagangan di Jakarta. Pelaku pasar terkesan dengan mudah jatuh dalam pesimisme dengan menggelar tekanan jual signifikan dalam mengawali sesi perdagangan pagi.
Tinjauan RMOL menunjukkan, gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang dengan cepat longsor hingga 0,85 persen di awal sesi pagi. Namun sentimen pesimis terlihat mereda di pertengahan sesi pagi hingga mampu menyeberangkan IHSG ke zona penguatan moderat.
IHSG bahkan kemudian stabil menjejak zona penguatan terbatas di sepanjang sesi sore dan sekaligus menembus level psikologis nya di kisaran 6.500.
Pelaku pasar di Jakarta terkesan berupaya menutup sesi perdagangan terakhir di bulan Ramadhan ini dengan kinerja positif di tengah suramnya sentimen dari Trump dan China. IHSG akhirnya memungkasi sesi menjelang lebaran dengan menguat 0,59 persen di 6.510,62.
IHSG dengan demikian cenderung terjebak di rentang terbatas dalam menutup sesi kali ini. Dan situasi tersebut tercermin dengan akurat pada bervariasi nya kinerja saham unggulan. Pantauan lebih rinci memperlihatkan, sejumlah saham unggulan yang masuk dalam jajaran teraktif ditransaksikan mampu menutup sesi di zona hijau, seperti: BBRI, BMRI, ASII, ADRO, UNTR, INDF, PGAS, UNVR, INTP dan PTBA.
Sedang sejumlah saham unggulan lain tercatat kembali berakhir di zona merah, seperti: BBCA, BBNI, TLKM, ICBP, BBTN, ISAT, CPIN dan SMGR. Laporan dari jalannya sesi perdagangan juga menunjukkan, tiadanya sentimen domestik yang tersedia di sepanjang sesi hingga memaksa perhatian pelaku pasar terarah pada situasi dan sentimen eksternal terkini.
Sentimen buruk dari pemerintahan Presiden Donald Trump yang berkombinasi dengan kinerja suram industri China akhirnya mengganggu upaya investor di bursa saham Indonesia untuk meraih profit besar sebagai hadiah THR (Tunjangan Hari Raya) lebaran.
BERITA TERKAIT: