Kebijakan ini diharapkan mampu mengatasi tumpang tindih lahan yang kerap memicu konflik dan memperlambat perizinan usaha.
Hal ini disampaikan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid saat menjadi Keynote Speech dalam talkshow "One Spatial Planning Policy Kunci Sukses Pembangunan Nasional Berkelanjutan” di Kementerian ATR/BPN, Jakarta, Jumat, 8 November 2024.
Politisi Partai Golkar itu mengatakan bahwa ketiadaan one map policy menyebabkan pengurusan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) menjadi lambat. Sementara, pelaku usaha membutuhkan PKKPR sebagai persyaratan untuk membangun usaha.
"Akibatnya korban dan terdakwa pertama oleh pelaku usaha adalah otoritas tata ruang di Kementerian ATR-BPN," ujar Nusron.
Lambatnya pengurusan PKKPR, lanjut Nusron, akibat ketiadaan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang seharusnya menjadi acuan utama dalam proses tersebut.
Sementara saat ini, dari kebutuhan 2.000 Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), Indonesia baru memiliki 541 RDTR, dan hanya 278 di antaranya yang terintegrasi dengan sistem Online Single Submission (OSS).
“PR kita kali ini adalah bersama-sama dengan Badan Informasi Geospasial (BIG), yaitu menuntaskan tentang isu
one map policy,” ungkap mantan anggota DPR ini.
Nusron menyebut bahwa keterlambatan pengurusan PKKPR ini berdampak pada iklim investasi di Indonesia. Menurutnya, investasi membutuhkan kepastian dan tidak bisa menunggu terlalu lama hingga peta atau RDTR rampung.
"Lama-lama nanti investornya kabur, pindah ke Vietnam, pindah ke Filipina, yang itu menjadi kompetitor kita," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: