Seperti dikutip
Associated Press, Senin 28 Oktober 2024, langkah tersebut diambil untuk mengendalikan inflasi Moskow yang terus melonjak akibat belanja militer besar-besaran.
Kondisi tersebut telah membebani kapasitas ekonomi Rusia dalam memproduksi barang dan jasa serta mendorong kenaikan upah pekerja.
Dalam pernyataannya pada 25 Oktober 2024, Bank Sentral Rusia mengatakan bahwa pertumbuhan permintaan domestik masih jauh melampaui kemampuan untuk memperluas pasokan barang dan jasa.
"Inflasi jauh melampaui perkiraan Bank Rusia pada Juli, dan ekspektasi inflasi terus meningkat," kata bank tersebut sambil memprediksi adanya kenaikan suku bunga lebih lanjut pada Desember mendatang.
Untuk diketahui, ekonomi Rusia terus mengalami pertumbuhan karena meningkatnya pendapatan ekspor minyak dan belanja pemerintah yang mayoritas dialokasikan untuk militer. Namun, pengeluaran tersebut memicu inflasi yang tinggi.
Gubernur bank sentral, Elvira Nabiullina, memperkirakan inflasi negaranya akan dua kali lipat lebih tinggi dari target bank sebesar 4 persen per tahun. Ia juga menekankan komitmen bank untuk menurunkan inflasi ke tingkat yang ditargetkan.
"Semakin jauh inflasi melebihi target, semakin sedikit orang dan perusahaan yang percaya bahwa inflasi bisa kembali ke level rendah," katanya.
Suku bunga tertinggi sejak 2013 ini diharapkan dapat mengurangi tekanan pada harga. Sebelumnya, suku bunga tertinggi terjadi pada Februari 2022, ketika bank sentral menaikkan suku bunga menjadi 20 persen untuk menopang rubel sebagai respons terhadap sanksi Barat setelah Kremlin mengirim pasukan ke Ukraina.
Ekonomi Rusia diketahui tumbuh 4,4 persen pada kuartal kedua 2024, dengan tingkat pengangguran rendah sebesar 2,4 persen.
Sejumlah pabrik di negara itu telah beroperasi penuh, banyak di antaranya berfokus pada produksi senjata dan perlengkapan militer. Produsen domestik juga mengisi kekosongan akibat penurunan impor yang dipengaruhi oleh sanksi Barat dan keputusan perusahaan asing untuk menghentikan bisnis di Rusia.
BERITA TERKAIT: