Menurut Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, penurunan tersebut dipicu oleh meningkatnya ketidakpastian global akibat eskalasi konflik di Timur Tengah yang kini meluas hingga Lebanon.
"Pelemahan nilai tukar tersebut terutama dipengaruhi oleh peningkatan ketidakpastian global akibat eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah," kata Perry dalam konferensi pers Rabu 16 Oktober 2024.
Meskipun terjadi pelemahan, Perry menekankan bahwa kondisi Rupiah masih lebih baik jika dibandingkan dengan beberapa mata uang lainnya di Asia. Ia mencatat, sejak akhir Desember 2023, Rupiah hanya terdepresiasi 1,17 persen.
"Pelemahan Rupiah ini lebih baik dibandingkan dengan pelemahan Peso Filipina, Dollar Taiwan, dan Won Korea yang masing-masing terdepresiasi sebesar 4,25 persen, 4,58 persen, dan 5,62 persen," tuturnya.
Perry optimis Rupiah akan tetap stabil ke depannya, seiring dengan daya tarik imbal hasil yang tinggi, inflasi yang rendah, serta prospek ekonomi Indonesia yang positif. Bank Indonesia juga berkomitmen menjaga stabilitas ekonomi melalui berbagai instrumen moneter.
"Seluruh instrumen moneter akan terus dioptimalkan, termasuk strategi operasi moneter pro-pasar dengan menguatkan instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI untuk memperkuat efektivitas kebijakan dalam menarik aliran masuk modal asing dan mendukung penguatan nilai tukar Rupiah," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: