Mantan istri Ahok dan pegiat sosial yang terkenal itu dilaporkan akan menduduki kementerian terkait dengan perempuan dan anak-anak. Kabar itu tentu akan menyita perhatian investor, terutama dalam menerka arah kebijakan pemerintahan Prabowo. Namun di luar hingar-bingar politik yang ada, pelaku pasar tetap lebih terfokus pada sentimen terkini menyangkut data neraca dagang.
Laporan yang beredar sebelumnya mengklaim, kinerja neraca dagang yang kembali mampu membukukan surplus pada September lalu sebesar $3,26 miliar. Kinerja neraca dagang tersebut tentu menggembirakan terlebih dibanding ekspektasi pelaku pasar yang sebesar $2,9 miliar. Praktis, rilis data yang menggembirakan ini disambut antusias oleh investor. Aksi akumulasi akhirnya bertahan kukuh hingga melonjakkan indeks harga saham gabungan (IHSG) secara signifikan.
Pantauan lebih jauh menunjukkan, aksi akumulasi yang merata di hampir seluruh saham unggulan. IHSG akhirnya menutup sesi perdagangan hari kedua pekan ini, Selasa 15 Oktober 2024 dengan melonjak tajam 0,89 persen di 7.626,95. Gerak positif IHSG juga terlihat konsisten di sepanjang sesi perdagangan hari ini.
Sejumlah besar saham unggulan yang masuk dalam jajaran teraktif ditransaksikan berhasil mencetak kenaikan bervariasi namun cenderung tajam, seperti: BBRI naik 0,4 persen di Rp4.920, BMRI naik 1,8 persen di Rp7.050, BBCA naik 1,19persen di Rp10.625, BBNI naik 1,38 persen di Rp5.500, TLKM naik 1,37 persen di Rp2.940, INDF naik 2,12 persen di Rp7.200, ICBP naik 1,82 persen di Rp12.575, ADRO naik 0,25 persen di Rp3.880, UNVR naik 1,29 persen di Rp2.350, ITMG naik 0,77 persen di Rp26.150, SMGR ,naik 1,93 persen di Rp4.220, JPFA naik 4,2 persen di Rp1.610, dan CPIN naik 0,4 persen di Rp4.970.
Kinerja gemilang IHSG kali ini juga mendapatkan sokongan dari berhasilnya optimisme di bursa global bertahan. Di tengah minimnya sentimen terkini di Asia, seluruh indeks terpantau mampu membukukan gerak positif. Indeks Nikkei (Jepang) menutup sesi dengan melonjak 0,77 persen dengan mencetak posisi 39.910,55 setelah sempat menunjukkan posisi tertingginya dalam tiga bulan di atas kisaran 40.000. Sementara indeks KOSPI (Korea Selatan) naik 0,39 persen dengan menutup di 2.633,45, dan indeks ASX200 (Australia) menanjak 0,79 persen di 8.318,4.
Secara keseluruhan, pelaku pasar di Asia masih tersita perhatiannya pada risiko meluasnya konflik di Timur Tengah dan prospek penurunan suku bunga lanjutan oleh berbagai bank sentral. Sentimen lain dari stimulus jumbo oleh pemerintah China juga turut menyita perhatian investor. Namun dalam sesi perdagangan kali ini, sentimen sentimen penting tersebut belum memberikan perkembangan terkini.
Rupiah Gagal MenguatSituasi berkebalikan terjadi di pasar uang global, dengan nilai tukar mata uang utama dunia terus melemah. Mata uang Euro, Poundsterling, Dolar Australia dan Dolar Kanada kompak melanjutkan gerak suram pelemahan. Pantauan RMOL memperlihatkan seluruh mata uang utama dunia tersebut bahkan telah menembus level psikologis nya masing-masing.
Spekulasi yang kini berkembang di kalangan investor menyebutkan peluang bagi The Fed untuk menurunkan suku bunga dalam kisaran yang lebih moderat, atau tidak seagresif pada September lalu. The Fed kini diyakini hanya akanmenurunkan suku bunga sebesar 0,25 persen dalam kebijakan lanjutannya. Spekulasi tersebut kemudian menghantarkan pelaku pasar untuk melanjutkan penguatan Dolar AS hingga meruntuhkan mata uang utama dunia.
Akibat dari gerak suram tersebut, mata uang Asia akhirnya terseret dalam kebutuhan. Rupiah, yang terpantau sempat berupaya menjejak zona penguatan berkat rilis data kinerja neraca dagang yang mengesankan, akhirnya kembali terjerumus di zona merah. Hingga ulasan ini disunting, Rupiah tercatat masih diperdagangkan di kisaran Rp15.575 per Dolar AS atau melemah 0,14 persen.
Pantauan juga menunjukkan, mata uang Baht Thailand yang menjadi mata uang Asia dengan kemerosotan terarah kali ini. Tidak satupun mata uang Asia yang mampu bertahan di zona penguatan hingga sesi perdagangan sore ini berlangsung.
BERITA TERKAIT: