Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, menjelaskan bahwa perlambatan ini terjadi karena ekonomi Amerika Serikat (AS), yang merupakan negara dengan ekonomi terbesar di dunia, menunjukkan tanda-tanda melambat pada semester II 2024 akibat menurunnya permintaan domestik.
Di sisi lain, perekonomian China juga belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang signifikan, sementara Eropa terus memperlihatkan perbaikan ekonomi.
Perry menambahkan bahwa perlambatan ekonomi di AS berdampak pada meningkatnya angka pengangguran dan penurunan inflasi yang lebih cepat menuju sasaran jangka panjang sebesar 2 persen.
"Situasi ini mendorong Bank Sentral AS (The Fed) untuk menurunkan suku bunga lebih cepat dari perkiraan, yang pada gilirannya mengurangi ketidakpastian di pasar keuangan global," kata Perry dalam konferensi pers, Rabu (22/8).
Dengan begitu, kata Perry aliran modal asing ke negara berkembang, termasuk Indonesia akan meningkat dan turut memperkuat nilai tukar mata uang.
Meski demikian, Perry mengingatkan pentingnya kewaspadaan terhadap risiko resesi di AS serta dinamika geopolitik yang dapat berdampak pada perekonomian dalam negeri.
"Kondisi ini memerlukan kehati-hatian dalam merumuskan respons kebijakan dari rambatan ketidakpastian global terhadap perekonomian domestik," tuturnya.
BERITA TERKAIT: