Proyek ini merupakan salah satu program unggulan dalam energi transisi, guna mewujudkan target pemerintah untuk bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) 23 persen pada tahun 2025.
Corporate Secretary KPI, Hermansyah Y Nasroen menjelaskan,
Green Refinery Cilacap dapat menjawab tantangan produk yang lebih ramah lingkungan, karena kilang ini dapat memproduksi
Hydrotreated Vegetable Oil (HVO), atau bahan bakar dengan komponen nabati.
Selain itu, katanya, juga memproduksi produk bionafta dan bioavtur atau
Sustainable Aviation Fuel (SAF) yang berbahan baku minyak inti kelapa sawit yang diolah bersamaan dengan avtur fosil melalui metode
co-processing.
"Dengan kemampuan untuk mengolah sumber energi nabati, proyek Kilang Cilacap ini dapat memberikan nilai tambah bagi bangsa," ujar Hermansyah dalam keterangan tertulis, Kamis (11/7).
Kilang Cilacap sendiri merupakan contoh kilang terintegrasi yang sejalan dengan transisi energi. Proyek ini ditargetkan dapat menambah kapasitas produksi dari 3.000 barrel per hari menjadi 6.000 barrel produk HVO, SAF, dan Bionafta yang berasal dari
used cooking oil (UCO) atau minyak jelantah.
Unit baru dari
Green Refinery Cilacap ini juga akan dilengkapi dengan infrastruktur termasuk
Palm Oil Treater, Faractionator, dan fasilitas
Offsite.
Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso menambahkan,
Green Refinery Cilacap memiliki peran besar dalam energi transisi di Indonesia sejalan dengan produk ramah lingkungan yang akan diproduksinya.
"Proyek
green refinery ini akan berdampak positif mendukung program bauran energi Pemerintah, serta tercapainya pengurangan emisi menuju Net Zero Emission," demikian Fadjar.
BERITA TERKAIT: