Pemimpin Divisi Corporate Secretary bank bjb, Widi Hartoto meyakini, kebijakan BI tersebut sudah melalui pertimbangan matang untuk mendorong pemulihan ekonomi di tengah mulai terkendalinya inflasi.
"Kebijakan tersebut di sisi lain membantu perbankan dan juga bank bjb dalam mengelola biaya dana dengan lebih efisien, sehingga penyaluran kredit bisa lebih optimal," kata Widi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (29/6).
Ia memaparkan, kredit dan pembiayaan bank bjb hingga Triwulan I tahun 2023 (
year on year) mengalami pertumbuhan sebesar 10,8 persen menjadi Rp116,45 triliun pada seluruh segmen kredit baik konsumer ataupun dari segmen bisnis.
Diproyeksikan, pertumbuhan kredit bank bjb secara keseluruhan pada tahun 2023 sebesar 10,4 persen i>year on year, tumbuh positif meski tidak setinggi realisasi pertumbuhan kredit di tahun lalu.
Optimisme bank bjb tersebut antara lain didorong oleh kondisi moneter dan ekonomi serta relatif terjaganya risiko dalam penyaluran kredit.
Gubernur BI, Perry Warjiyo sebelumnya menyampaikan, keputusan mempertahankan suku bunga acuan konsisten dengan sikap kebijakan moneter.
Keputusan itu diambil dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 21-22 Juni 2023, yang mana BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) dipertahankan sebesar 5,75 persen, suku bunga
deposit facility sebesar 5,00 persen, dan suku bunga
lending facility sebesar 6,50 persen.
Keputusan mempertahankan BI7DRR sebesar 5,75% ini konsisten dengan
stance kebijakan moneter untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam kisaran sasaran 3,0±1% pada sisa tahun 2023.
Fokus kebijakan diarahkan pada penguatan stabilisasi nilai Rupiah untuk mengendalikan inflasi barang impor (
imported inflation) dan memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global.
Keputusan BI ini mempertimbangkan berbagai faktor di dalam dan luar negeri. Antara lain ketidakpastian perekonomian global yang kembali meningkat dengan kecenderungan risiko pertumbuhan yang melambat dan kebijakan suku bunga moneter di negara maju yang lebih tinggi.
Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan sebesar 2,7 persen secara tahunan dengan risiko perlambatan terutama di Amerika Serikat dan China.
BERITA TERKAIT: