Head of Center of Industry, Trade, and Investment at Institute For Development of Economics and Finance (Indef), Andry Satrio Nugroho menilai pemerintah perlu mendorong diversifikasi produk berorientasi ekspor, lantaran saat ini Indonesia masih banyak bergantung pada ekspor komoditas.
"Tentu yang kita dorong saat ini adalah bagaimana kita bisa melakukan diversifikasi produk yang kita ekspor. Selama ini kita masih mengandalkan dari ekspor barang mentah dan juga komoditas, yang mana dari segi nilai tambah itu juga rendah," kata Andry Satrio kepada wartawan, Jumat (13/1).
Andry menilai industri dalam negeri juga masih belum optimal dalam keterkaitan dengan rantai nilai global atau
global value chains (GVC).
GVC adalah jaringan tahapan produksi barang dan jasa dari desain produk hingga distribusi barang ke konsumen akhir yang diproduksi dan dirakit di berbagai negara.
"Hal itu didorong oleh kondisi industri kita saat ini di mana kita bisa berbicara masalah industri yang masih minim keterkaitannya dengan
global value chains dimaksud," jelasnya.
Berdasarkan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Indonesia masuk ke dalam kelompok negara yang memiliki resiliensi terhadap kondisi ketidakpastian global saat ini sebab tidak bergantung terlalu besar pada ekspor atau kontribusi ekspor terhadap ekonomi negara.
Kendati demikian, proyeksi pertumbuhan ekspor dan impor 2023 diperkirakan akan turun. Pada 2023, ekspor diproyeksikan hanya tumbuh 12,8 persen dan impor 14,9 persen. Sedangkan, di 2022 ekspor tumbuh 29,4 persen dan impor tumbuh 25,37 persen.
BERITA TERKAIT: