Dita Sari: Kurikulum SMK Harus Fleksibel

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/yelas-kaparino-1'>YELAS KAPARINO</a>
LAPORAN: YELAS KAPARINO
  • Minggu, 04 Agustus 2019, 01:18 WIB
Dita Sari: Kurikulum SMK Harus Fleksibel
Dita Indah Sari/Net
rmol news logo Lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang digembar-gemborkan siap kerja dan cepat terserap pasar tenaga kerja, ternyata malah lebih sulit mendapatkan kerja dibandingkan lulusan SMA.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018 menyebutkan, lulusan SMK menjadi penyumbang terbesar angka pengangguran terbuka di Indonesia. Dari 7 juta pengangguran terbuka, sekitar 11 persen di antaranya merupakan lulusan SMK.

“Ini ironis. Sudah sekolah menengah, kejuruan, yang seharusnya berorientasi pada skill yang diperlukan di pasar kerja, tapi ternyata tidak terserap oleh pasar tenaga kerja,” keluh Dita Indah Sari, tokoh ketenagakerjaan yang saat ini menjabat sebagai Wakil Sekjen PKB.

Persoalan yang melilit SMK itu tentu harus dibenahi. Solusinya, kata Dita, adalah memberdayakan SMK. Sekolah kejuruan ini dinilai perlu mengubah kurikulum, meremajakan peralatan, dan membuat standarisasi.

“Dalam jangka pendek, SMK dapat menggenjot peningkatan skill calon lulusannya melalui berbagai pelatihan,” ujar Dita dalam perbincangan dengan redaksi, Sabtu (3/8).

Dita menyebutkan perlunya policy dari Kemendikbud selaku regulator untuk membuat kurikulum SMK lebih fleksibel. SMK, ujarnya, tak perlu terlalu dibebani dengan muatan mata pelajaran umum. Porsi kurikulumnya juga perlu memperbanyak praktek (75 persen) dibanding pelajaran di dalam kelas (25 persen).

“Namanya juga kejuruan. Jadi di-cut saja mata pelajaran yang umum dan dasar. Lebih baik difleksibelkan sesuai dengan jenis SMKnya,” ujar mantan Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja yang setahun terakhir menjadi Staf Khusus Menteri Desa dan PDTT tersebut.

SMK, terang Dita, perlu memperbanyak kerjasama dengan industri dan menerapkan sistem magang. Selain untuk meningkatkan ketrampilan teknis, magang juga dinilai dapat mengenalkan para pelajar terhadap etos kerja yang baik.

“Magang bisa dilakukan seminggu sekali saat kelas tiga. Mereka tidak hanya belajar hard skill tapi soft skill. Bagaimana menjadi pegawai yang baik, loyal, mematuhi atasan, bekerja sama dengan rekan, daan lain-lain,” lanjutnya.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA