Hal itu disampaikan Ketua Harian DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Marthin Hadiwinata, dalam rangka momentum Hari Perikanan Dunia 2018.
Setiap tanggal 21 November, diperingati oleh sebagai Hari Perikanan Dunia oleh komunitas nelayan tradisional skala-kecil mengenai pentingnya menjaga sumber daya perikanan.
Dalam konteks di Indonesia, secara formal diperingati sebagai Hari Ikan Nasional. Menurut Marthin, penetapan Hari Ikan Nasional bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia terhadap pentingnya ikan sebagai bahan pangan yang mengandung protein berkualitas tinggi.
Pentingnya pangan perikanan ini diperkuat dengan potensi pangan perikanan tangkap yang melimpah hingga lebih dari 12,5 juta ton sebagaimana ditetapkan oleh Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) 50/2017.
Namun, lanjut dia, jika membicarakan ikan dan perikanan, tidak lepas dari peran para produsen perikanan yaitu nelayan tradisional skala-kecil, dan petambak ikan baik laki-laki maupun perempuan,
"Ajakan pemerintah untuk terus mengkonsumsi ikan kepada masyarakat, tidak berbanding lurus dengan upaya untuk melindungi dan memberdayakan mereka dari berbagai ancaman," tutur Marthin dalam keterangannya.
Sepanjang tahun berganti, kata dia, nelayan tradisional skala-kecil, dan petambak ikan, baik laki-laki maupun perempuan di Indonesia terus menghadapi ancaman yang nyata.
Akses dan kontrol terhadap sumber daya alam, pengelolaan perikanan dan tanah termasuk perumahan tempat tinggal, pencemaran lingkungan perairan, perubahan iklim dan bencana alam, keselamatan dan kesehatan kerja, sanitasi dan akses air bersih, pendidikan anak-anak nelayan, serta fasilitasi peningkatan kapasitas pengetahuan pengolahan untuk peningkatan nilai.
Ancaman nyata terjadi terhadap pekerja perikanan di industri maupun di atas kapal perikanan besar. Hal ini menunjukkan bahwa laut menyimpan potensi kejahatan terhadap perdangangan manusia, pembajakan, penyelundupan dan konflik dapat mengancam keselamatan manusia di laut, termasuk masih adanya perbudakan.
"Dalam kesempatan kali ini, KNTI berkepentingan untuk mengingatkan bahwa Indonesia telah memiliki instrumen hukum tentang perlindungan dan pemberdayaan pekerja perikanan," ujar Marthin.
Hal itu termuat dalam UU 7/2016 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam. Namun, implementasi UU itu dinilai masih jauh arang dari panggang.
"Negara masih absen dalam menghormati, menjamin dan melindungi hak-hak asasi nelayan dan pekerja perikanan," tegasnya.
Minimnya implementasi UU 7/2016 itu, menurut Marthin, telah tergambar sejak disahkan pada 14 April 2016 lalu.
"Hingga kini, baru terdapat satu peraturan turunan dari lebih dari 11 peraturan atau implementasi turunan yang harusnya menjadi upaya sungguh-sungguh dari undang-undang tersebut," katanya.
[wid]
BERITA TERKAIT: