Program ekonomi yang tepat sasaran dan bisa mengakomodir kepentingan nasional Indonesia harus diutamakan. Beberapa diantaranya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan menjaga neraca perdagangan agar tidak mengalami defisit.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman mengatakan, nilai rupiah yang telah tertekan kurang lebih 7 persen sejak satu tahun terakhir memberikan dampak cukup serius bagi perekonomian.
"Walaupun lemahnya angka ini dinilai baik untuk meningkatkan ekspor dengan memberikan harga jual yang lebih kompetitif, pelemahan ini nyatanya juga memberikan dampak cukup serius pada industri yang berorientasi pada impor bahan produksi," jelasnya kepada wartawan, Senin (20/8).
Menurut Ilman, lemahnya nilai rupiah mengakibatkan turut melemahnya daya beli mata uang terhadap input yang diperlukan untuk proses produksi, di mana 90 persen impor merupakan barang kapital yang merupakan bagian dari input, sehingga mengakibatkan nilai jual yang lebih tinggi. Selain itu, komoditas pangan yang ada di Indonesia juga tidak terlepas dari produk impor.
"Pembiaran kondisi ini pada akhirnya akan memengaruhi harga produk dan memicu inflasi domestik. Kebijakan yang perlu diambil oleh pemerintah adalah dengan mendorong investasi asing langsung yang relatif lebih stabil, dan juga diiringi dengan pengurangan ketergantungan terhadap investasi portofolio," paparnya.
Terkait neraca perdagangan, Ilman memaparkan bahwa sangat penting bagi pemerintah untuk menjaga neraca perdagangan agar jangan sampai defisit. Saat ini, Indonesia sedang mengalami defisit neraca perdagangan yang ditunjukkan dengan lebih besarnya nilai impor daripada ekspor sebesar USD 2,83 Miliar pada Januari-Mei 2018.
"Kalau kita telusuri lebih lanjut, nilai neraca perdagangan migas dan non migas mengalami nilai minus USD 5,03 miliar dan plus USD 2,2 miliar pada periode yang sama. Defisit neraca perdagangan yang terjadi terus menerus dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi, sehingga kondisi ini perlu diatasi melalui peningkatan nilai ekspor," ungkap Ilman.
Ditambahkannya, peningkatan nilai ekspor dapat dicapai melalui peningkatan produktivitas dan daya saing industri dalam jangka panjang. Namun, kebijakan dalam jangka pendek seperti prioritas pembangunan infrastruktur strategis dan mengurangi subsidi BBM dapat dilakukan sebagai bentuk pengurangan ketergantungan terhadap impor.
"Impor hanyalah salah satu instrumen untuk menjaga kestabilan harga komoditas di dalam negeri. Oleh karena itu, pemerintah juga sebaiknya fokus pada peningkatan produktivitas industri domestik dan menambah daya saing produk dalam negeri," demikian Ilman.
[wah]
BERITA TERKAIT: