Pembiayaan Infrastruktur Pilih Danai Proyek BUMN Ketimbang Swasta

Ogah Ambil Risiko

Senin, 23 April 2018, 09:28 WIB
Pembiayaan Infrastruktur Pilih Danai Proyek BUMN Ketimbang Swasta
Foto/Net
rmol news logo Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur (PPI) mengaku lebih memilih mendanai proyek dari perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ketimbang swasta. PPI ogah ambil risiko.

Managing Director Chief Investment Indonesia Infrastruc­ture Finance (IIF/PPI)) Harold Tjiptadjaja menjelaskan, peru­sahaan BUMN lebih dipercayai karena memang telah memiliki nama besar dan track record yang panjang.

Untuk urusan pembiayaan pe­rusahaan BUMN juga mendapat perhatian langsung dari negara. Itulah yang membuat perusa­haan pembiayaan infrastruktur percaya untuk mengucurkan dana pinjaman.

Dia mengatakan, perusahaan swasta apalagi belum punya track record yang panjang di bidang­nya tentu membuat perusahaan pembiayaan yang ingin bekerja sama merasa was-was. "Ya jadi kita melihat pengalamannya selama ini ya, lalu balanced juga siapa yang bantu mereka selama ini. Kita perlu melihat track record mereka," ujar Harold kepada Rakyat Merdeka.

Pendanaan proyek infrastruk­tur nilainya sangat besar, maka menurut dia kontraktor yang akan mendapatkan pendanaan perlu dipilih-pilih. Perusahaan pembiayaan infrastruktur adalah badan usaha yang khusus didi­rikan untuk melakukan pembi­ayaan dalam bentuk penyediaan dana pada proyek infrastruktur.

Kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur meli­puti pemberian pinjaman lang­sung (direct lending) untuk pembiayaan Infrastruktur, refi­nancing atas infrastruktur yang telah dibiayai oleh pihak lain, dan pemberian pinjaman subor­dinasi (subordinated loans) yang berkaitan dengan pembiayaan infrastruktur.

Selain perusahaan BUMN, dia menegaskan, pihaknya juga ikut membiayai perusahaan swasta dengan catatan perusahaan terse­but sesuai kriterianya.

"Kalau pemain baru mereka be­lum pernah mengerjakan proyek besar ya kita mengambil risiko besar jadi kita memilih yang su­dah pengalaman," terangnya.

Dia menyarankan agar peru­sahaan-perusahaan konstruksi kecil yang umumnya tergabung di asosasi Gabungan Pelaksana Kon­struksi Nasional Indonesia (Gap­ensi) di daerah-daerah melakukan peningkatan secara bertahap.

"Jangan langsung tiba-tiba ambil proyek yang belum per­nah dikerjakan. Misalnya biasa mengerjakan proyek jalan darat lalu tiba-tiba menjalankan penger­jaan proyek elevated kan itu bukan pengalamannya,"  imbuhnya.

Sulit Berkembang


Dia mengakui kalau kontrak­tor kecil di daerah-daerah untuk tumbuh agak sulit karena harus bersaing dengan kontraktor besar lainnya. Kontraktor besar memiliki semua kemampuan un­tuk mendapatkan pembiayaan.

Dia mengungkapkan, lawan perusahaan kecil tersebut juga tidak selalu BUMN tapi ada juga yang swasta yang besar.

"Perbedaannya jadi bukan ini swasta itu BUMN tapi memang kita lihat ukurannya yang ber­beda,"  terangnya.

Dia menegaskan bahwa peru­sahaan pembiayaan infrastruktur juga banyak mengucurkan pinja­man kepada perusahaan swasta.

"Kadang kontraktor kecil suka tidak mau ambil subcon dari kontraktor besar katanya margin sudah kecil sekali dan ini tidak menarik," tuturnya.

Portofolio proyek IIF sendiri di tahun ini adalah pendanaan di sektor telekomunikasi dengan porsi 28 persen, ketenagalis­trikan 24 persen, bandara dan pelabuhan masing-masing 10 persen, dan sisanya ke sektor-sektor sebagaimana diatur dalam PMK 100/2009 tentang Perusa­haan Pembiayaan Infrastruktur.

"Sejalan dengan keinginan pe­merintah meningkatkan infrastruk­tur di Indonesia, kami melihat adanya progres menggembira­kan," kata Corporate Communica­tion IIF, Deasy Farisa.

Progres infrastruktur sendiri menurut Direktur Utama Sarana Multi Infrastruktur (SMI), Emma Sri Martini bakal konsentrasi un­tuk pembangunan di luar Jakarta. Hal ini membuka peluang kepada perusahaan konstruksi kecil yang sudah punya track record. "Kami terus mendorong percepatan pembiayaan infrastruktur di daerah misalnya mengusulkan insentif," kata Emma.

Tahun ini, SMI juga membidik peningkatan pendapatan dan laba usaha bisa naik 10 persen hingga 30 persen. Melihat target tersebut wajar jika perusahaan BUMN lebih banyak yang dipilih. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA