Managing Director Chief
Investment Indonesia InfrastrucÂture Finance (IIF/PPI)) Harold Tjiptadjaja menjelaskan, peruÂsahaan BUMN lebih dipercayai karena memang telah memiliki nama besar dan
track record yang panjang.
Untuk urusan pembiayaan peÂrusahaan BUMN juga mendapat perhatian langsung dari negara. Itulah yang membuat perusaÂhaan pembiayaan infrastruktur percaya untuk mengucurkan dana pinjaman.
Dia mengatakan, perusahaan swasta apalagi belum punya
track record yang panjang di bidangÂnya tentu membuat perusahaan pembiayaan yang ingin bekerja sama merasa was-was. "Ya jadi kita melihat pengalamannya selama ini ya, lalu balanced juga siapa yang bantu mereka selama ini. Kita perlu melihat
track record mereka," ujar Harold kepada
Rakyat Merdeka.
Pendanaan proyek infrastrukÂtur nilainya sangat besar, maka menurut dia kontraktor yang akan mendapatkan pendanaan perlu dipilih-pilih. Perusahaan pembiayaan infrastruktur adalah badan usaha yang khusus didiÂrikan untuk melakukan pembiÂayaan dalam bentuk penyediaan dana pada proyek infrastruktur.
Kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur meliÂputi pemberian pinjaman langÂsung (
direct lending) untuk pembiayaan Infrastruktur, refiÂnancing atas infrastruktur yang telah dibiayai oleh pihak lain, dan pemberian pinjaman suborÂdinasi (
subordinated loans) yang berkaitan dengan pembiayaan infrastruktur.
Selain perusahaan BUMN, dia menegaskan, pihaknya juga ikut membiayai perusahaan swasta dengan catatan perusahaan terseÂbut sesuai kriterianya.
"Kalau pemain baru mereka beÂlum pernah mengerjakan proyek besar ya kita mengambil risiko besar jadi kita memilih yang suÂdah pengalaman," terangnya.
Dia menyarankan agar peruÂsahaan-perusahaan konstruksi kecil yang umumnya tergabung di asosasi Gabungan Pelaksana KonÂstruksi Nasional Indonesia (GapÂensi) di daerah-daerah melakukan peningkatan secara bertahap.
"Jangan langsung tiba-tiba ambil proyek yang belum perÂnah dikerjakan. Misalnya biasa mengerjakan proyek jalan darat lalu tiba-tiba menjalankan pengerÂjaan proyek elevated kan itu bukan pengalamannya," imbuhnya.
Sulit Berkembang Dia mengakui kalau kontrakÂtor kecil di daerah-daerah untuk tumbuh agak sulit karena harus bersaing dengan kontraktor besar lainnya. Kontraktor besar memiliki semua kemampuan unÂtuk mendapatkan pembiayaan.
Dia mengungkapkan, lawan perusahaan kecil tersebut juga tidak selalu BUMN tapi ada juga yang swasta yang besar.
"Perbedaannya jadi bukan ini swasta itu BUMN tapi memang kita lihat ukurannya yang berÂbeda," terangnya.
Dia menegaskan bahwa peruÂsahaan pembiayaan infrastruktur juga banyak mengucurkan pinjaÂman kepada perusahaan swasta.
"Kadang kontraktor kecil suka tidak mau ambil subcon dari kontraktor besar katanya margin sudah kecil sekali dan ini tidak menarik," tuturnya.
Portofolio proyek IIF sendiri di tahun ini adalah pendanaan di sektor telekomunikasi dengan porsi 28 persen, ketenagalisÂtrikan 24 persen, bandara dan pelabuhan masing-masing 10 persen, dan sisanya ke sektor-sektor sebagaimana diatur dalam PMK 100/2009 tentang PerusaÂhaan Pembiayaan Infrastruktur.
"Sejalan dengan keinginan peÂmerintah meningkatkan infrastrukÂtur di Indonesia, kami melihat adanya progres menggembiraÂkan," kata Corporate CommunicaÂtion IIF, Deasy Farisa.
Progres infrastruktur sendiri menurut Direktur Utama Sarana Multi Infrastruktur (SMI), Emma Sri Martini bakal konsentrasi unÂtuk pembangunan di luar Jakarta. Hal ini membuka peluang kepada perusahaan konstruksi kecil yang sudah punya track record. "Kami terus mendorong percepatan pembiayaan infrastruktur di daerah misalnya mengusulkan insentif," kata Emma.
Tahun ini, SMI juga membidik peningkatan pendapatan dan laba usaha bisa naik 10 persen hingga 30 persen. Melihat target tersebut wajar jika perusahaan BUMN lebih banyak yang dipilih. ***
BERITA TERKAIT: