Industri Tembakau Masih Butuh Bahan Baku Impor

Pasokan Lokal Belum Cukup

Senin, 26 Maret 2018, 08:11 WIB
Industri Tembakau Masih Butuh Bahan Baku Impor
Foto/Net
rmol news logo Pelaku industri tembakau berharap pemerintah tidak membatasi impor. Pasalnya, pasokan di dalam negeri belum cukup dan tidak dapat me­menuhi kebutuhan industri.

Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indo­nesia (AMTI) Budidoyo Sis­woyo mengatakan, seharusnya pemerintah menjamin bahan baku industri. Bukan justru ikut campur dengan membatasi kuota impor tembakau. "Dibu­kanya keran impor ini untuk memenuhi kebutuhan bahan baku rokok dalam negeri," ujarnya, kemarin.

Budidoyo mengungkapkan, saat ini kebutuhan industri mencapai 300 ribu ton. Sedan­gkan pasokan tembakau yang bisa dipenuhi petani lokal hanya 200 ribu ton. Dengan data tersebut mencerminkan bahan baku industri rokok kekurangan.

"Dibutuhkan impor antara 100 ribu ton atau lebih. Tem­bakau ini sangat tergantung pada cuaca. Di 2016 produksi tembakau rendah karena curah hutan, maka keutuhan impor naik," katanya.

Dengan kondisi tersebut, Budidoyo mengaku, industri terpaksa melakukan impor. Jika bahan baku kurang, jum­lah produksi rokok pun akan berkurang. Alhasil, peneri­maan negara dari sektor cukai berkurang. Belum lagi ber­munculan rokok ilegal.

"Jadi kenapa kita harus im­por? Karena antara kebutuhan dan suplai memang tidak seim­bang. Di Indonesia itu prob­lemnya karena produktivitas kita rendah, tata niaga kurang baik. Jadi itu satu keniscayaan untuk tembakau," jelasnya.

Dia menambahkan, impor yang dilakukan oleh industri juga menghasilkan ekspor produk rokok Indonesia yang setiap tahunnya meningkat 10 persen dalam periode 5 tahun belakangan. Pada tahun 2017 saja, total nilai ekspor produk rokok Indonesia mencapai 1 miliar dolar AS.

"Neraca ekspor tembakau, orang sering mengatakan bah­wa di Indonesia ini impornya gede. Impor ini gede, tapi perlu dipahami bahwa impor kita ini berupa bahan men­tah, sementara ekspor berupa produk olahan. Secara volume memang impor itu besar, tapi secara nilai ekspor kita jauh lebih banyak, sebagian besar ke Asia tapi juga ada yang ke Eropa,"  jelasnya.

Selain dari penerimaan negara, Budidoyo juga men­gatakan, peran industri rokok menyerap tenaga kerja juga besar. Berdasarkan catatan AMTI, sampai saat ini indus­trinya menyerap sekitar 6 juta orang. Serapan tenaga kerja terbagi tenaga kerja di hilir 4,28 juta, dan hulu 1,7 juta.

Dengan capaian tersebut, industri tembakau tengah da­lam perkembangannya. Petani tembakau juga berupaya men­erapkan sistem budidaya per­tanian yang baik dan sesuai arah sasaran pembangunan berkelanjutan.

"Mengingat pertanian tem­bakau lebih memiliki surplus ekonomi, sehingga menjamin kesinambungan investasi pada budidaya tanaman selanjut­nya," kata Budidoyo

Menurut dia, pembangunan berkesinambungan adalah pros­es pembangunan baik lahan, kota, bisnis, masyarakat dan lain sebagainya yang berprinsip mencukupi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan kebutu­han generasi masa depan.

Data pada 2015, penerimaan negara dari cukai rokok 11,3 persen dari total penerimaan negara dari pajak atau 9,5 persen dari total penerimaan negara.

Proses pembangunan berke­sinambungan ini mengopti­malkan penggunaan sumber energi alam, sumber energi manusia dan iptek. Dengan menserasikan ketiga kom­ponen pembangunan berke­sinambungan. "Indonesia nanti akan jadi tuan rumah musyawarah petani tembakau se Asia di Lombok 27 Maret 2018," pungkasnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA