Ani Cs Pede Sistem Keuangan Tetap Aman Di Tahun Politik

Inflasi Sesuai Target, Nilai Rupiah Terjaga

Rabu, 24 Januari 2018, 09:10 WIB
Ani Cs Pede Sistem Keuangan Tetap Aman Di Tahun Politik
Sri Mulyani/Net
rmol news logo Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) melihat, kondisi sistem keuangan Tanah Air sepanjang 2017 stabil. Meski sejumlah tantangan masih akan ada di tahun ini, KSSK dengan percaya diri (pede) mengklaim kondisi keuangan masih tetap survive di tahun politik.

Ini disampaikan seusai rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang pertama di 2018 di Jakarta, kemarin.

Hadir dalam konferensi terse­but anggota KSSK yaitu Menteri Keuangan Sri Mulyani, Guber­nur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simapanan (LPS) Halim Alamsyah.

Sebagai tuan rumah, Menkeu Sri Mulyani mengatakan, KSSK optimistis kondisi stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan tetap terkendali, terutama dalam mendukung momentum pertumbuhan perekonomian nasional yang juga ditopang resiliensi per­ekonomian kian membaik.

"Kondisi tersebut ditandai dengan tingkat inflasi yang rendah sesuai target, neraca transaksi berjalan pada tingkat yang sehat, aliran masuk modal asing yang sta­bil, nilai tukar rupiah yang terjaga, cadangan devisa yang menguat, kebijakan fiskal dengan tingkat defisit anggaran dan defisit primary balance yang lebih rendah dari tar­get APBN-P 2017," tuturnya.

Wanita yang akrab disapa Ani ini membeberkan, kinerja per­bankan dan pasar modal yang baik, tren performa Surat Ber­harga Negara (SBN) yang positif, kecukupan dana penjaminan simpanan, serta persepsi investor yang positif terhadap prospek per­ekonomian Indonesia ke depan.

"KSSK akan mengoptimalkan bauran kebijakan dari sisi fiskal, moneter, makro dan mikro­prudensial, serta pasar keuangan dalam menjaga momentum perekonomian dari tantangan yang dapat mengganggu kesi­nambungan dan stabilitas sistem keuangan," imbuhnya.

Ke depan, KSSK tetap mencer­mati sejumlah tantangan yang dapat mempengaruhi stabilitas sistem keuangan, baik dari sisi eksternal maupun domestik.

Sementara dari sisi eksternal, KSSK mencermati rencana lan­jutan kenaikan Fed Funds Rate (FFR) dan normalisasi neraca bank sentral AS, normalisasi moneter negara maju, modera­si pertumbuhan (rebalancing) ekonomi China dan dinamika konflik geopolitik semenanjung Korea dan wilayah lainnya.

Sedangkan dari sisi domestik, Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo menambah­kan, KSSK mencermati tantangan seperti dampak kenaikan harga minyak dunia terhadap inflasi atau subsidi, aliran dana non-residen pada pasar keuangan, tingkat permintaan kredit yang belum sepenuhnya pulih.

"Serta persepsi pasar terhadap kondisi politik menjelang Pilkada serentak tahun 2018 dan Pilpres 2019, serta perkembangan mata uang virtual (cryptocurrency) termasuk bitcoin," tuturnya.

Agus menuturkan, dengan me­mandang prospek dan tantangan bagi stabilitas makroekonomi dan keuangan tersebut, KSSK akan terus mendorong sinergi kebijakan dan reformasi struk­tural yang diperlukan untuk memelihara dan mengantisipasi stabilitas sistem keuangan.

Komitmen tersebut tercermin dalam Rencana Kerja KSSK 2018 meliputi pengkajian imple­mentasi peraturan pelaksanaan Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) dan pelak­sanaan simulasi penanganan kri­sis sistem keuangan. KSSK akan kembali menyelenggarakan Rapat Berkala pada April 2018.

Senada, Chief Economist PT CIMB Niaga Tbk Adrian juga me­lihat, gesekan politik pada pilkada serentak 2018 dan Pemilu 2019 tidak akan mempengaruhi dinami­ka bisnis keuangan di Indonesia.

Menurutnya, pola interaksi politik-bisnis yang telah terben­tuk saat ini telah melepaskaitkan antara bisnis dengan patronase politik. Akibatnya, dinamika ekonomi-bisnis berjalan secara independen dengan proses gese­kan kepentingan kekuasaan di antara pelaku-pelaku politik.

"Artinya, mungkin cukup realistis untuk berekspektasi bahwa pilkada 2018 dan pilpres 2019, sekali lagi, tidak akan berpengaruh terhadap konfigurasi harga-harga aset di pasar obligasi, saham dan uang di tahun-tahun tersebut," kata Adrian kepada Rakyat Merdeka.

Namun dengan rencana ke­naikan FFR sebanyak 2-3 kali di tahun ini, konfigurasi harga aset Amerika Serikat akan menjadi sedemikian rupa sehingga jarak imbal hasil antara aset Indonesia dengan Negeri Paman Sam itu akan menjadi lebih sempit.

"Hal ini bisa mempersulit Bank Indonesia untuk mengin­jeksi katalis moneter ke dalam perekonomian, termasuk pe­longgaran suku bunga acuan. Kelihatannya akan tetap di level 4,25 persen," jelas Adrian.

Tak hanya itu, Adrian bilang, pada 2018-2019 ekonomi Indo­nesia akan lebih dipengaruhi oleh faktor global juga, yaitu mulai naiknya harga-harga komoditas dunia, bergeraknya ekonomi dunia memasuki terra incognita, yang dicirikan oleh divergensi global da­lam arah pergerakan suku bunga.

"Juga menciutnya neraca bank sentral di Amerika dan Eropa akan menyebabkan konfigurasi harga-harga aset Indonesia men­jadi berbeda dengan episode di tiga periode pemilihan umum sebelumnya," ucapnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA