Ketua APKI Aryan Warga Dalam mengatakan, dari total 85 izin perusahaan pulp dan kertas yang tercatat beroperasi di Indonesia saat ini yang aktif adalah sebanyak 70 perusaÂhaan. "Tahun ini catatan kami ada 15 perusahaan tidak beropÂerasi," kata Aryan di Jambi, kemarin.
Dia menjelaskan, dari 70 peÂrusahaan pulp dan kertas yang masih aktif beroperasi itu, dua perusahaan bergerak di sektor pengolahan pulp. Lalu enam perusahaan di sektor pengolahan pulp dan kertas (terintegrasi) dan 62 perusahaan di sektor pengoÂlahan industri kertas.
Sementara itu, dari perusahaan yang aktif itu saat ini memiliki kapasitas produksi untuk inÂdustri pulp sebesar 8,3 juta ton. Sedangkan kapasitas industri kertas secara nasional sebanyak 10,43 juta ton per tahun.
"Berdasarkan catatan kami pada 2017 dari perusahaan yang aktif itu mampu memproduksi pulp sebanyak 7,1 juta ton dan produksi kertas sebanyak 10,6 juta ton," katanya.
Pihaknya mengklaim, peluang industri pulp dan kertas ke depan masih terbuka lebar. Apalagi konsumsi kertas masyarakat di Indonesia yang dinilai saat ini masih rendah.
"Kami meyakini industri pulp dan kertas masih punya peÂluang, karena konsumsi kertas di Indonesia per kapita hanya 32,6 kilogram dan kondisi ini masih rendah dibandingkan dengan negara maju lainnya," kata Aryan.
APKI mencatat sekitar 60 persen dari produksi pulp dan kertas dalam negeri diekspor dan nilai ekspor kertas nasional pada tahun 2016 mencapai 3,4 miliar dolar AS. Sementara nilai ekspor pulp sebesar 1,5 miliar dolar AS. China dan Korea masih jadi tujuan ekspor. Kemudin disusul Jepang dan Amerika Serikat.
"Hasil ekspor tersebut meÂnempatkan Indonesia sebagai produsen pulp terbesar ke-9 dunia, dan untuk produksi kerÂtas, Indonesia berada di posisi enam dunia," tukasnya.
Turunkan Harga Gas Pelaku industri kertas dalam negeri mendesak pemerintah untuk segera menurunkan harga gas. Saat ini, harga gas dinilai masih kemahalan sehingga berÂpengaruh besar terhadap total biaya produksi.
Menurut Aryan, "Pelaku usaha masih keberatan dengan tingginya harga gas yang digunakan seÂbagai bahan bakar untuk indutri pulp dan kertas dalam negeri. Saat ini, harganya antara 9-11 dolar AS per mmbtu (million metric british thermal units)," ujarnya di Jakarta, kemarin.
Masih tingginya harga gas sangat berpengaruh besar terÂhadap total biaya produksi. "Kami mendesak pemerintah agar merealisasikan penurunan harga gas industri kertas menÂjadi 5 dolar AS per mmbtu," ungkapnya.
Penurunan harga gas diperluÂkan untuk mendorong peningÂkatan kinerja industri pulp dan kertas sebagai indutstri nasional yang strategis dan prioritas. UnÂtuk menyiasati tingginya harga gas itu, pihaknya mendorong anggotanya untuk menggunakan bahan bakar alternatif dengan memanfaatkan limbah kulit kayu untuk pembangkit bagi industri itu. "Sebagian besar perusahaan pulp dan kertas sudah menerapÂkan itu," tukasnya.
Sebelumnya, Peneliti LemÂbaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia Riyanto mengatakan, industri pulp dan kertas memiliki peran yang besar dalam perekonomian. Pasalnya, industri kertas menyerap jutaan tenaga kerja.
Berdasarkan data tahun 2016 setidaknya industri pulp dan kertas menyerap 1,49 juta orang. Menurutnya, jika industri ini terganggu maka sekitar 6 juta orang terganggu kehidupannya. "1,5 juta tenaga kerja yang terliÂbat. Kalau industri collapse atau tutup ada 1,5 juta orang, kalau 4-5 orang antara 6 juta orang terÂganggu kehidupannya walaupun sementara," kata dia
Dia menuturkan, industri ini terkait dengan banyak industri lain. Sebutnya, industri pulp dan kertas berkaitan dengan produksi kemasan, tisu, dan lain-lain. ***
BERITA TERKAIT: