"Perpanjangan IUPK untuk sekian kalinya membuat Freeprot merasa tidak ada urgensinya untuk cepat menyelesaikan proses perundingan. Tapi karena sudah telanjur diperpanjang, ya sudahlah. Saya harap ini yang terakhir kalinya," kata Fahmy kepada
Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Fahmy meminta, pemerintah segera menyelesaikan proses perundingan dengan Freeport sebelum 30 Juni. Dia mengingatkan, sudah saatnya pemerintah bersikap tegas. "Sampaikan kepada
Freeport take it or leave it," tegasnya.
Fahmy memahami tidak memperpanjang IUPK memiÂliki risiko yang besar baik ekonomi, sosial dan politik. Namun demikian, pemerintah harus mengambil keputusan.
Sekadar informasi, perpanÂjangan IUPK didapatkan FreeÂport pada tanggal 28 Desember 2017. Izin tersebut berlaku sampai 30 Juni 2018.
Menurut Juru bicara FreeÂport Indonesia Riza Pratama, perpanjangan IUPK didapatÂkan Freeport setelah mengajuÂkan permohonan kepada KeÂmenterian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Hal itu dilakukan karena IUPK yang dikantongi Freeport akan berakhir pada 10 Januari 2018.
Selain itu, Freeport juga membutuhkan perpanjangan IUPK agar kelangsungan operasi perusahaan di Papua tetap bisa berjalan. Kemarin, Riza menyampaikan bahwa pihaknya sedang mengajukan rekomendasi ekspor.
Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menerangÂkan, pemerintah memutuskan untuk memperpanjang IUPK karena hingga saat ini proses negosiasi dengan PT Freeport Indonesia belum rampung.
"Mengenai extention IUPK sampai Juni 2018, ini adalah bagian dari proses kita memfinalkan keempat komponen dari proses negosiasi," ungkap Sri Mulyani, baru-baru ini.
Sekadar informasi, sampai saat ini belum ada keputusan final mengenai empat poin yang sedang dirundingkan. Yakni, perubahan izin dari Kontrak Karya (KK) menjadi IUPK, pembangunan fasilitas pemurÂnian dan pengolahan mineral (smelter ), stabilisasi investasi, dan skema divestasi. ***
BERITA TERKAIT: